ChanelMuslim.com-Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) memang medan perjuangan yang penuh dengan cerita suka, duka, hingga lucu bagi para pejuangnya. Dunia perjuangan yang didominasi para "emak – emak" ini memang sepi dari pemberitaan. Mungkin, karena tanpa diberitakan pun, masyarakat sudah mengetahui betapa sengitnya pertempuran para pejuang PAUD.
PAUD di masyarakat ada yang formal dan ada yang non formal. Di lingkungan Rukun Warga (RW) yang mengadakan kegiatan pembelajarannya di balai warga atau di rumah ini adalah PAUD nonformal, termasuk Kelompok Bermain (KB/Play Group) dan Tempat Penitipan Anak (TPA) yang ada di lembaga PAUD formal (TK/RA).
Kedua jenis PAUD tersebut sama – sama medan pejuangan yang sengit nan penuh cerita dari para pejuangnya. Jika Kopassus (Komando Pasukan Khusus) TNI AD memiliki motto "Lebih Baik Pulang Nyawa Daripada Gagal Dalam Tugas". Begitu juga dengan para pejuang PAUD, meski tak lantang terucap namun tertanam kuat di hati dan terlihat dari perbuatan mereka.
"Tak ada Rintangan Yang Tidak Dapat Dilalui dan Laksanakan Tugas Tanpa Hitung Untung Rugi" , begitulah kira – kira bunyi motto para pejuang PAUD yang terlihat dari kegigihannya.
Satu cerita dari banyak cerita yang bertaburan tentang kegigihan pejuang PAUD saya temukan di tempat saya mengabdi, TK Islam PB Soedirman Cijantung Jakarta Timur.
Senin 17/09/2018, di kelas saya kedatangan Mahasiswa yang sedang PPL (Program Pengalaman Lapangan). Mereka sudah dua pekan mengikuti program yang wajib untuk para calon Sarjana Pendidikan tersebut. Yang menarik, usia mereka tidak lagi muda sebagaimana umumnya mahasiswa yang sering saya temui pada program PPL.
Mereka menemui saya untuk berkonsultasi tentang pembuatan RPPH (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian), penilaian dan media pembelajaran. Selesai berkonsultasi, mereka mempersiapkan media pembelajaran sesuai hasil konsultasi. Karena pekan ini mereka mulai praktek mengajar non mandiri (masih didampingi oleh Guru Pamong) di kelas saya.
Saya melihat, mereka sangat bersemangat meski usia mereka sudah mendekati kepala empat. Dari awal PPL, mereka selalu datang awal, sungguh – sungguh mengobservasi semua kegiatan di sekolah. Cepat dan bersemangat ketika mempersiapkan media pembelajaran, membuat APE (Alat Permainan Edukatif), hingga mencari buku cerita ke toko buku ternama.
Mereka semua adalah para pejuang PAUD non formal yang melanjutkan kuliah kembali guna meningkatkan kompetensi mereka. Saya tahu persis keadaan kesejahteraan teman – teman pejuang (Guru) yang ada di medan pertempuran non formal tersebut. Sungguh, semangat mahasiswa PPL yang saya temui itu kontras dengan keadaan kesejahteraan pejuang PAUD non formal.
Biaya kuliah mereka pasti tidak sedikit yang dikeluarkannya. Begitu juga dengan biaya untuk mengikuti PPL mulai dari transport, makan, hingga beli bahan untuk membuat media pembelajaran dan alat tulis.
Karena itu, usai mereka mempersiapkan media pembelajaran, saya mengobrol santai dengan mereka. Coba menggali informasi tentang mereka. Salah satu pertanyaan saya ke mereka tentang jumlah gaji yang mereka terima setiap bulannya.
Yang saya tahu, umumnya para pejuang PAUD non formal menerima gaji setiap bulannya adalah Rp150 ribu – 300 ribu. Tergantung jumlah murid, jumlah SPP, dan kebijakan pengelola.
Ada juga yang hanya menerima ucapan terima kasih atas kesukarelaannya berjuang di PAUD.
Tetapi di luar dugaan saya, mahasiswa PPL yang ada di kelas saya, yang usianya sudah tidak ABG lagi itu menjawab pertanyaan saya dengan mantap, penuh rasa syukur dan keridhoan. "Gaji saya Sajuta, Pak". Jawab nya penuh keiklasan.
"Besar juga ya bu, Sejuta. Biasa nya kalau PAUD nonformal di bawah sejuta, bahkan ada yang di bawah 500 ribu". Komentar saya dengan keheranan. Karena saya mengartikan "Sajuta" seperti orang Sunda mengucapkan uang 1 juta.
Mahasiswa tersebut tertawa mendengar perkataan saya dan dia tegaskan kembali, "Bapak Fajar, gaji kami sajuta bukan sejuta. Tau nggak Pak " sajuta ?".
"Apa tuh bu ?" tanya saya sambil senyum yang masih menyimpan keheranan. Mahasiswa itu pun tidak langsung menjawab. Ia diam sejenak seperti seseorang yang mengatur ritme yang berdendang di hatinya. Setelah menarik nafas dan menghembuskannya tanpa hitungan, ia menjawab "SaJuTa = Sabar Jujur Tawakal, Pak".
Dengan hati yang bercampur laksana es bir pletok, obrolan santai tersebut berlanjut. Dan hasil dari obrolan tersebut saya jadi faham apa yang dimaksud "sajuta" oleh pejuang PAUD non formal itu.
Maksudnya SaJuTa (Sabar Jujur Tawakal) adalah :
Sabar dalam menjalankan tugas sebagai pejuang PAUD non formal yang berbeda haknya dengan pejuang PAUD formal. Dan tentunya sabar dengan uang gaji yang diterima hanya 150 ribu/bulan. Dan juga sabar ketika berjuang mendidik putra – putri bangsa yang berbeda karakter diri dan orangtuanya. Dan sabar dalam menuntut ilmu guna meningkatkan kompetensinya sebagai pejuang PAUD.
Jujur dengan setulus hati mengakui bahwa menjadi pejuang PAUD adalah ketentuan Alloh swt. Karenanya ketentuan itu dilaksanakannya dengan ikhlas hanya mengharapkan pahala dari Alloh swt dan demi putra – putri bangsa. Dan jujur saat melaksanakan tugas di medan perjuangan.
Tawakal, nasib dan medan perjuangannya mereka serahkan sepenuhnya kepada Sang Pencipta, yang membolak – balikkan hati manusia, yang menentukan baik buruknya kehidupan, yang menggerakkan seluruh anggota tubuh para penentu kebijakan. Dan tawakal atas balasan yang akan diterimanya atas usahanya mencerdaskan putra – putri bangsa. Mereka juga tawakal atas kecukupan dari gaji yang diterimanya.