SMKN 10 Samarinda, Kalimantan Timur, mengembangkan inovasi siswa sehingga berhasil menghasilkan prototipe mobil listrik.
“Ranah di pendidikan itu bukan hanya sekadar edukasi saja, tapi juga pelayanan publik, dan yang penting itu adalah inovasi,” kata Kepala SMKN 10 Samarinda Maryono dikutip dari berbagai sumber, Kamis (30/10/2025).
Maryono menjelaskan inisiatif pengembangan mobil listrik ini dimulai sekitar Oktober 2023 dan tidak lama setelah ia menjabat sebagai kepala sekolah.
Maryono yang memiliki latar belakang sebagai guru otomotif merasa perlu mendorong inovasi nyata di lingkungan sekolah. Menurutnya, sekolah vokasi tidak boleh hanya berhenti pada konsep Amati, Tiru, dan Modifikasi (ATM) tanpa menghasilkan produk konkret.
Baca juga: SMA JISc Adakan Perjalanan Belajar ke Korean Cultural Center
SMKN 10 Samarinda Hasilkan Prototipe Mobil Listrik
Oleh karena itu ia merealokasi sumber daya sekolah agar dapat mendukung program inovasi tersebut. Proyek mobil listrik ini, kata dia, merupakan hasil kolaborasi lintas jurusan, utamanya Teknik Kendaraan Ringan (TKR), Teknik Bodi Otomotif (TBO), dan Teknik Komputer Jaringan (TKJ).
Maryono menegaskan prototipe yang ada saat ini murni hasil mandiri internal sekolah tanpa bantuan dari mitra industri.
“Tantangan utama yang dihadapi saat ini adalah sektor baterai yang masih menggunakan aki kering berkapasitas 50 ampere, sehingga perlu pengembangan lebih lanjut,” jelas Maryono.
Pihak sekolah menargetkan pengembangan selanjutnya adalah menggunakan baterai berstandar industri, seperti litium dengan kapasitas 300 hingga 400 ampere.
“Peningkatan kapasitas baterai bertujuan memperjauh jarak tempuh, sebelum beralih ke pengembangan kecepatan motor listrik,” kata Maryono.
Ia mengakui pengembangan inovasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sementara anggaran sekolah dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sangat terbatas.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Diakuinya, prioritas utama anggaran tetap harus dialokasikan untuk fungsi edukasi siswa sebagai tugas pokok sekolah. Kendala lain adalah belum adanya pemisahan area kerja yang jelas di dalam bengkel sekolah.
Saat ini satu lokasi yang sama masih digunakan untuk tiga fungsi sekaligus, yakni edukasi siswa, teaching factory (layanan servis publik), dan ruang inovasi.
Maryono berharap ke depan ada kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk industri melalui program CSR, untuk mendukung pengembangan produk otomotif sekolah agar bisa dipatenkan. [Din]





