BANYAKNYA gangguan penglihatan pada anak tidak terdeteksi karena si kecil belum mampu mengungkapkan keluhannya secara jelas.
Hasil temuan dari PedEyeQ mengungkapkan, 52,3 persen anak menganggap dirinya mengalami kesulitan dalam aktivitas yang memerlukan penglihatan, seperti membaca, melihat jauh, atau melihat dekat.
Kemudian, 48,9 persen anak mengeluhkan keluhan seperti matanya cepat lelah, pegal, dan terkadang pandangannya kabur, yang mana ini berpengaruh pada fokus saat belajar.
Baca juga: Mata Minus pada Anak Seringkali Tidak Diketahui Orang Tua
52.3 Persen Anak Sulit Beraktivitas Akibat Gangguan Penglihatan
Sebanyak 21,5 persen anak merasa bahwa masalah kesehatan mata memengaruhi cara mereka berinteraksi karena penglihatan yang kurang.
Selanjutnya, 30,3 persen anak memiliki tingkat frustrasi atau kekhawatiran terkait penglihatan atau merasa berbeda dari teman-temannya.
Temuan lainnya adalah pelajar perempuan berisiko dua kali lebih besar mengalami gangguan fungsi mata, 1,7 kali lebih besar mengalami keterbatasan pada penglihatan, dan lebih rendah dalam hal fungsi sosial.
Selanjutnya, 63 persen menggunakan gawai dengan intensitas tinggi, 55 persen beraktivitas luar ruangan di sekolah dengan intensitas rendah, 34 persen mengalami mata cepat lelah, 28 persen mengalami keluhan mata berair, dan 23 persen mengalami keluhan mata silau.
Terkait aktivitas luar ruangan, otot mata saat berada di luar ruangan, cenderung lebih sering melihat obyek yang jaraknya jauh.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Hasil penelitian juga mengungkap gangguan penglihatan berpengaruh pada kondisi emosional anak seperti gangguan perilaku hiperaktivitas.
Kemudian, dalam wawancara bersama 40 anak yang sudah memakai kacamata, ditemukan bahwa 50 persen anak mengaku pernah diejek, bahkan ditertawakan, karena menggunakan kacamata.
Terkait gejala emosional tersebut, anak-anak tersebut mengalami berbagai macam emosi, termasuk perasaan sedih dan cemas, karena memiliki penglihatan yang terganggu yang dapat memengaruhi cara mereka belajar dan bersosialisasi.
Temuan dilakukan berdasarkan studi pendahuluan saat proses pengembangan Cermata, dilakukan oleh Health Collaborative Center (HCC), Laulima Eye Health Initiative, dan Indonesian Health Development Center (IHDC) pada awal tahun 2025. [Din]