JODOH itu anugerah Allah subhanahu wata’ala. Kesetiaan suami istri adalah buah yang harus dipertahankan.
Ada kisah menarik dari istri terakhir Khalifah Usman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Namanya Nailah binti Al-Farafishah. Pernikahan keduanya begitu fenomenal.
Bermula dari kabar tentang pernikahan Gubernur Kufah (sebelah selatan Bagdad saat ini) Saad bin Abi Waqash dengan gadis Kufah dari Bani Kalb. Suku ini memang dikenal cerdas, fasih dalam berbahasa Arab, dan wanitanya cantik. Jarak antara Kufah dan Madinah sekitar 1400 kilometer.
Saat itu Khalifah Usman sedang mencari istri, karena istri-istri sebelumnya sudah meninggal dunia. Masalahnya adalah usia Khalifah sudah tidak muda lagi. Ia sudah berusia 75 tahun.
Saad bin Waqash memberikan optimistis kepada Khalifah. Kebetulan, adik iparnya masih gadis. Namanya Nailah. Usianya 18 tahun. Ia akan berusaha menjodohkan adik iparnya dengan Khalifah.
Sebenarnya, Khalifah merasa ragu apa mungkin gadis seusia belasan tahun mau menikah dengannya yang sudah sangat tua. Inilah perasaan beliau yang harap-harap cemas.
Lamaran pun dilangsungkan. Dan pernikahan pun akhirnya berjalan lancar. Ketika keduanya tinggal serumah, Khalifah Usman memperlihatkan keadaan dirinya: seluruh rambut dan janggutnya beruban.
Bahasa tubuh Khalifah ini seolah meminta kepastian kepada Nailah apakah ia mau menerima keadaan suami yang sudah sangat tua ini.
Di luar dugaan Khalifah, Nailah mengatakan, “Aku justru menyukai lelaki yang tua.” Sebuah ungkapan cerdas dari seorang istri untuk memunculkan rasa romantisme yang menyejukkan.
Kehidupan suami istri ini pun berjalan normal. Meskipun keduanya terpaut usia yang sangat jauh. Nailah berusia 18 tahun, sementara Khalifah Usman berusia 75 tahun.
Bukan hanya sekadar hubungan yang normal, pasangan ini hidup dalam romantisme cinta yang luar biasa. Satu anak lahir dari hubungan indah ini.
Tujuh tahun pun berlalu. Usia Nailah sekitar 25 tahun, sementara Khalifah berusia 82. Saat itu, terjadi pemberontakan terhadap Khalifah. Bahkan para pemberontak sudah berhasil masuk ke rumah Khalifah. Mereka bersikeras untuk membunuh Khalifah Usman.
Nailah berjuang sekeras tenaga untuk melindungi suaminya. Bahkan, ia merelakan jari-jarinya yang putus karena menangkis serangan pedang yang mengarah ke suaminya. Tapi, takdir berkata lain. Khalifah Usman terbunuh dalam pemberontakan itu.
Nailah selamat meski dalam keadaan luka di bagian jari-jarinya. Begitu pun dengan anaknya.
Waktu pun bergulir normal. Lama setelah kematian Khalifah, Nailah hidup menjanda. Begitu banyak lelaki hebat yang melamarnya. Termasuk Khalifah Muawiyah yang menjabat setelah Khalifah Ali bin Abi Thalib wafat.
Saat itu, lamaran seorang janda dari lelaki pembesar merupakan kemuliaan. Tapi, Nailah menolak. Ia hanya ingin menjadi istri Khalifah Usman untuk seumur hidupnya.
Karena tak ada jawaban, Khalifah Muawiyah mengirim utusan untuk keduanya kalinya. Pesannya sama: melamar Nailah menjadi istri khalifah.
Nailah bertanya-tanya, kenapa banyak lelaki hebat ingin melamar dirinya. Ia berdiskusi dengan sahabat wanitanya. Mereka hampir sepakat mengatakan, “Mungkin karena gigi ginsulmu yang menarik itu.”
Untuk membuktikan penolakannya, Nailah mencabut gigi ginsulnya. Gigi itu disampaikan ke utusan Khalifah sebagai penolakan tegas atas lamaran khalifah.
**
Usia boleh saja terpisah jauh. Tapi cinta bukan soal usia dan penampilan. Melainkan, hati yang terikat dalam irama keindahan yang sama.
Cintailah suami atau istri kita apa adanya. Balaslah kebaikannya dengan kebaikan yang lebih besar lagi. Niscaya, Allah subhanahu wata’ala akan melimpahkan keberkahan yang tidak terkira. [Mh]