KETIKA hati terbebas dari dendam, iri hati, dan kebencian serta mampu menerima orang lain apa adanya, hati mulai terasa bebas, dan wawasan pun mulai bersinar dan hidup.
Dengan mengingat semua ini, kita menjadi sadar bahwa kemampuan kita untuk dekat dengan seseorang, menemukan harmoni, dan berkomunikasi secara mendalam meningkat saat kegembiraan mulai memenuhi hati kita sendiri.
Dalam keadaan sadar dan jujur pada diri sendiri ini, tanpa belenggu kenegatifan dan keraguan pada diri sendiri, jiwa dapat menjelajah, mengapresiasi, dan bertumbuh.
Dikutip dari aboutislam.net, Bentuk hati berubah seiring dengan kejadian dalam kehidupan, kesehatan, suasana hati, dan yang terutama, kedekatan kita dengan Allah.
Baca juga: Hukum Berzikir dalam Hati
Menerima Apa Adanya Buat Hati Terasa Bebas dan Bersinar
Kita semua mungkin menyadari betapa gembiranya jiwa saat kita berdoa dengan ketulusan dan konsentrasi sejati; inilah keadaan jiwa yang dapat mencintai dan dicintai.
Kita tidak konstan; iman kita naik turun, dan kemampuan kita untuk mencintai dan dicintai juga berubah. Di sinilah karakter dan kebiasaan baik individu bersinar.
Jika salah satu pasangan merasa sedih atau tidak aman, pasangan lain akan mengidentifikasi kebutuhan dan mengisi kekosongan tersebut.
Pasangan itu bagaikan dua karet gelang yang menyesuaikan ketegangannya sesuai kebutuhan, sehingga keharmonisan akhirnya selalu pulih.
Cinta dalam hidup kamu mungkin sedang berdiri di samping kamu saat ini.
Jalan kalian mungkin telah bersilangan, dan kalian mungkin telah saling mengenal selama bertahun-tahun di lingkungan publik, tetapi mungkin kalian tidak pernah menyadari ‘hati’ orang tersebut pribadi yang sebenarnya.
Suatu pernikahan dapat dihidupkan kembali, dapat menemukan cara untuk tumbuh, dan dapat membuat awal yang baru dari sudut pandang yang baru.
Kadang-kadang hati pasangan telah tumbuh terpisah; mungkin mereka tidak pernah mencoba untuk mencapai alam spiritual di mana mereka dapat menemukan ketenangan dalam diri satu sama lain.
Membuat hati lebih selaras dan menjaganya tetap selaras dapat memakan waktu seumur hidup, tetapi karena pernikahan adalah setengah dari iman kita, bukankah itu sepadan dengan usahanya? [Din]