CINTA tak butuh perantara. Tapi kadang cinta terhalang sehingga menjadi sebatas imajinasi yang tak kunjung nyata.
Dua orang kekasih yang saling jatuh cinta. Segalanya selalu tentang dia. Siang, malam, sepi, ramai, di semua kegiatan yang ada; selalu teringat dia.
Sayangnya, dua insan yang dimabuk cinta ini terhalang oleh jarak. Keduanya terpisah begitu jauh. Kadang bisa terhubung melalui alat komunikasi yang putus nyambung.
Si pria ingin sekali bisa bertemu langsung. Begitu pun dengan yang wanita. Andai tak ada jarak yang memisahkan keduanya.
Suatu hari, kesempatan yang dinanti-nanti itu akhirnya tiba. Keduanya bisa bertemu langsung tanpa ada lagi penghalang.
Ketika keduanya bersama, tiba-tiba si pria beranjak hendak pergi. “Mau kemana?” tanya si wanita.
“Aku ingin pergi jauh,” jawab si pria.
“Kenapa?” tanya si wanita lagi.
“Aku ingin mencintaimu dari jarak yang jauh saja. Aku lebih mencintaimu dalam wujud imajinasi. Bukan nyata,” ungkapnya.
“Apa aku tidak cantik dan menarik menurutmu?” tanya si wanita terheran.
“Bukan itu. Sekali lagi, aku hanya ingin mencintaimu dalam imajinasi,” pungkasnya sambil berlalu pergi.
Si wanita hanya bisa bingung tak mengerti. Aneh, kalau tak mau dibilang dungu!
**
Kisah kiasan itu tak berhubungan dengan nilai hukum syariat hubungan pria dan wanita. Bukan tentang itu.
Itu hanya sekadar perumpamaan kisah cinta yang berjarak. Seperti halnya cinta seorang hamba dengan Allah subhanahu wata’ala.
Ia begitu ingin bisa mencintai Allah. Ia kerap berdoa agar Allah bisa lebih dekat di hatinya agar ia bisa sangat mencintai Allah.
Allah mengabulkan doanya. Ia seperti tak lagi berjarak dengan Allah subhanahu wata’ala. Imajinasinya menjadi nyata.
Namun, tiba-tiba ia menjauh di saat hatinya tak lagi berjarak dengan Allah. Yaitu, dengan cara membangga-banggakan kisah kedekatan itu kepada orang lain.
“Ah, saya terasa ngantuk sekali pagi ini,” ucapnya pada seseorang. Ia berharap orang yang diajak bicara itu akan menanyakan: kenapa bisa mengantuk?
“Memangnya kamu tidak tidur semalam? Kenapa kamu begadang?” tanya orang yang diajak bicara itu, sesuai harapannya.
“Iya. Aku ngantuk karena shalat malam sampai menjelang sahur,” ungkapnya hingga membuat takjub orang yang diajak bicara.
“Masya Allah!” puji orang itu.
Allah subhanahu wata’ala sudah mendekat di hati orang itu. Justru di saat dekat itu, hamba Allah ini tiba-tiba menjauh. [Mh]