FENOMENA pindah kubu ternyata sudah pernah terjadi pada masa khalifah Abu Bakar. Memang, kebenaran dan kebatilan akan terus bertarung hingga hari kiamat.
Pertarungan ini tidak satu warna, melainkan bergradasi menurut zaman dan lingkungan. Menariknya, dalam pertarungan ini ada saja pihak-pihak yang pindah kubu. Ada pihak yang batil berpindah kepada yang benar. Ada juga sebaliknya: yang benar berpindah kepada pihak yang batil.
Baca Juga: Alasan Abu Bakar Bisa Mengislamkan 5 dari 10 Sahabat yang Dijamin Masuk Surga
Fenomena Pindah Kubu pada Masa Abu Bakar
Dalam goresan sejarah, Syaikh Ath-Thabari menyebutkan tentang sosok sahabat Nabi saw. bernama Ar-Rajjal bin Unfuwah. Seorang sahabat yang saleh, hafizh Quran, dan pernah ditugaskan Nabi saw. untuk membimbing penduduk Yamamah belajar Islam.
Sepeninggal Nabi, terjadi fitnah besar di mana seorang bernama Musailamah mengaku sebagai nabi. Mereka tidak mau tunduk kepada Kekhalifahan Abu Bakar As-Siddiq, termasuk tidak mau membayar zakat. Pengikutnya lumayan banyak. Musailamah melancarkan rayuan kepada para sahabat Nabi untuk ikut bergabung.
Hingga akhirnya, Ar-Rajjal terpedaya dengan rayuan tersebut dan menjadi pengikut setia nabi palsu yang akhirnya diperangi umat Islam waktu itu.
Abu Hurairah r.a. adalah seorang sahabat Nabi saw. yang paling terhenyak dengan peristiwa pindah kubunya Ar-Rajjal ini.
Diriwayatkan dari Saif bin Umar, dari Thulaihah, dari Ikrimah, dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah pernah bersabda.
“Sesungguhnya, di antara kalian ada seseorang yang gigi gerahamnya di neraka lebih besar dari Gunung Uhud.”
Bagi sahabat sekaliber Abu Hurairah r.a., ucapan Nabi ini menjadi warning yang luar biasa. Ia khawatir, kalau dirinyalah yang dimaksudkan Nabi.
Satu per satu, sahabat Nabi yang pernah berada bersama Abu Hurairah saat mendengar sabda Nabi itu meninggal dunia. Dan mereka meninggal dalam husnul khatimah. Tinggal dirinya dan seorang lagi yang bernama Ar-Rajjal.
Akhirnya, pindah kubunya Ar-Rajjal ke pihak nabi palsu seperti menjadi jawaban pamungkas atas kegelisahan Abu Hurairah r.a.
Ibnu Ishaq meriwayatkan dari gurunya, dari Abu Hurairah r.a., bahwa fitnah pindah kubunya Ar-Rajjal lebih besar daripada fitnah nabi palsunya Musailamah.
Hal ini karena langkah yang dipilih Ar-Rajjal menjadi dalil jitu bagi Musailamah bahwa apa yang dilakukannya merupakan hal yang benar, bukan batil.
Karena ada sahabat Nabi yang terbukti ikut membenarkan apa yang ia lakukan, yaitu Ar-Rajjal. Pengaruh pindah kubunya Ar-Rajjal begitu besar bagi mereka yang awam, yang belum memahami ajaran Islam secara baik dan benar.
Dalam waktu singkat, jumlah pengikut Musailamah menjadi bertambah banyak. Seolah hal ini mengatakan, keburukan memang tercela. Tapi, lebih tercela lagi jika ada pihak kebenaran yang ikut membenarkan keburukan ini.
Politik memang bukan persoalan akidah. Kisah tentang pindah kubunya Ar-Rajjal ini memang tidak seseram dan sedramatis pindah kubunya tokoh-tokoh tertentu dalam dunia politik. Ada yang mengatakan, tidak ada teman atau musuh yang abadi dalam dunia politik, yang ada adalah kepentingan.
Pertarungan politik, khususnya di tanah air, memang tidak memisah dua kubu dalam garis yang sakral. Melainkan, dalam garis kepentingan masing-masing pihak.
Selama kepentingannya terjamin, suatu pihak akan tetap nyaman berada dalam kubu itu. Tapi jika sudah mulai terancam, ia akan mencari cara untuk mengotak-atik alasan untuk melegalkan dirinya berpindah ke kubu yang lebih menjamin kepentingannya.
Namun, satu hal yang kadang terlupakan oleh mereka yang menganggap enteng lompat kubu ini demi alasan kepentingan. Yaitu, terbukanya bungkus kepentingannya dalam perjuangan.
Ternyata, ia tidak sedang berjuang untuk kepentingan umat atau orang banyak, melainkan dirinya seorang.
Terbukanya bungkus ini akan secara otomatis mendegradasi pihak ini kepada nilai yang rendah tentang siapa dirinya. Seorang ia mau bilang, “Maaf, harga saya tidak semahal itu!” [mh/Cms]