HUKUM Internasional mengatakan bahwa Palestina memiliki hak untuk mempertahankan dirinya.
Pembantaian Al Mawasi minggu ini, yang melibatkan penggunaan senjata pemusnah massal terhadap para pengungsi yang berlindung di tenda-tenda, merupakan bukti bahwa dunia semakin terbiasa dengan pertumpahan darah Palestina. Dan hal itu tidak menghentikannya.
Sejak 7 Oktober, kita telah mendengar tentang “hak Israel untuk membela diri” yang tampaknya tak terbatas.
Ada dua cara untuk mendukung premis ini.
Jika kita menerimanya sebagai kebenaran, maka kita harus menerima bahwa orang Palestina juga memiliki hak itu, terutama sebagai tanggapan atas pembantaian yang tak terhitung jumlahnya yang telah terjadi selama tahun lalu.
Dan jika kita tidak menerimanya sebagai kebenaran, maka hanya orang Palestina yang memiliki hak abadi untuk membela diri dalam perjuangan pembebasan mereka yang terus berlanjut.
Namun, dalam media & politik Barat, “hak” ini tampaknya selalu bersyarat jika menyangkut korban imperialisme.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Selama bertahun-tahun, frasa “Poros Kejahatan” telah digunakan sebagai alat propaganda untuk menggambarkan seluruh bangsa dan masyarakat sebagai ancaman yang tidak dapat ditebus.
Namun di Palestina, tempat api perlawanan telah menyala terus menerus selama beberapa generasi, kenyataan yang ada sangat berbeda.
Kamp-kamp pengungsi di Nablus, Jenin, dan Tulkarem bukanlah tempat berkembangnya terorisme atau kejahatan.
Kamp-kamp tersebut adalah tempat lahirnya perlawanan kita, sebuah bukti nyata dari semangat Palestina yang tak pernah padam, yang tidak akan padam oleh pendudukan, perampasan, dan pengepungan selama puluhan tahun.
Sementara tatapan dunia sering terpusat pada Gaza sebagai simbol perlawanan, Israel tidak mampu menaklukkannya meskipun ada kampanye militer yang gencar.
Sekarang, proyek Zionis telah mengalihkan fokus ke Tepi Barat yang diduduki, menargetkan kamp-kamp pengungsi di Jenin, menghancurkan 80 persen jalan-jalan kota, tempat penduduk telah terlibat dalam perjuangan pembebasan sejak pembentukannya.
Hukum Internasional: Palestina Memiliki Hak untuk Mempertahankan Dirinya
Baca juga: 45.000 Anak Palestina Putus Sekolah Karena Israel Menghancurkan Gaza
Kamp-kamp ini, yang terbentuk dari trauma kolektif akibat pengungsian, telah berkembang menjadi benteng persatuan dan perlawanan.Kamp-kamp pengungsi di Tepi Barat, khususnya di Nablus, Jenin, dan Tulkarem, bukan sekadar tempat para pengungsi bertahan hidup.
Kamp-kamp tersebut merupakan inkubator kesadaran kolektif Palestina, yang terus menolak kolonialisme dan kekerasan yang mendukungnya.
Secara historis, kamp-kamp ini telah berfungsi sebagai pusat pengorganisasian politik dan pendidikan, meskipun Israel berupaya merendahkan martabat penghuninya dengan menggambarkan mereka sebagai sarang ekstremisme.
Nablus, Jenin, dan Tulkarem memiliki sejarah panjang perlawanan sengit yang dimulai sejak Intifada Pertama tahun 1987.
Di tempat-tempat inilah protes terhadap pendudukan Israel diselenggarakan, tempat para pemuda belajar untuk melawan bahkan saat mereka menghadapi tindakan keras yang paling kejam.
Pengepungan dan penghancuran kamp pengungsi Jenin pada tahun 2002, selama Intifada Kedua, tetap menjadi salah satu babak paling brutal dalam sejarah perlawanan di Tepi Barat.
Namun, bahkan di tengah kekerasan tersebut, kamp tersebut tidak pernah dikalahkan.
Orang-orang bertahan, membangun kembali, dan terus melawan.[Sdz]
Sumber: trtworld