MENJELANG hari kemerdekaan, muncul pertanyaan terkait Hukum Upacara dan Hormat Bendera yang disampaikan oleh pembaca.
Afwan Ustaz, mau nanya tentang pandangan Islam mengenai penghormatan bendera saat upacara… karena ada yang berpendapat mengikuti cara orang kafir… Syukron.
Ustaz Farid Nu’man Hasan sebagai pengasuh rubrik Konsultasi Syariah Chanelmuslim.com menjawab hal ini sebagai berikut.
Baca juga: Hukum Berbohong untuk Kebaikan
Hukum Upacara dan Hormat Bendera
Bismillah wal hamdulillah ..
Masalah penghormatan kepada bendera para ulama berselisih pendapat, sebagaimana rincian sbb:
Pertama, pihak yang melarang
Mereka menganggap ini adalah bid’ah, tasyabbuh bil kuffar (menyerupai orang kafir). Pendapat ini dianut oleh para ulama Arab Saudi di Lajnah Daimah-nya.
Dalam fatwa Al lajnah Ad Daimah, di kerajaan Arab Saudi, bahwa penghormatan kepada bendera dinilai bid’ah. Berikut ini fatwanya:
لا تجوز تحية العلم، بل هي بدعة محدثة، وقد قال النبي صلى الله عليه وسلم: « من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد » رواه البخاري ومسلم
Tidak boleh menghormati bendera, bahkan itu adalah bid’ah, dan nabi ﷺ telah bersabda: “Barang siapa yang mengada-ada hal yang baru dalam urusan kami ini maka itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim). (Fatwa No. 5963)
Dalam fatwa yang lain, Al Lajnah Ad Daimah menganggap penghormatan bendera adalah tasyabbuh bil kuffar (menyerupai orang kafir). Berikut ini fawanya:
لا يجوز تحية العلم، ويجب الحكم بشريعة الإسلام والتحاكم إليها، ولا يجوز للمسلم أن يحيي الزعماء أو الرؤساء تحية الأعاجم، لما ورد من النهي عن التشبه بهم، ولما في ذلك من الغلو في تعظيمهم.
Tidak boleh penghormatan kepada bendera, dan wajib berhukum dengan syaria Islam dan menerapkan hukum kepadanya, dan tidak boleh bagi seorang muslim menghormati para pemimpin dengan cara penghormatan orang ‘ajam (non Arab), sebab adanya larangan untuk menyerupai mereka, dan juga di dalamnya ada bentuk melampaui batas dalam menghormati mereka. (fatwa No. 6894)
Atau fatwa lainnya yang lebih lengkap:
لا يجوز للمسلم القيام إعظاماً لأي علم وطني ، أو سلام وطني ، بل هو من البدع المنكرة التي لم تكن في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ، ولا في عهد خلفائه الراشدين رضي الله عنهم ، وهي منافية لكمال التوحيد الواجب ، وإخلاص التعظيم لله وحده ، وذريعة إلى الشرك ، وفيها مشابهة للكفار ، وتقليد لهم في عادتهم القبيحة ، ومجاراة لهم في غلوهم في رؤسائهم ومراسيمهم ، وقد نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن مشابهتهم أو التشبه بهم .
Seorang muslim tidak boleh berdiri untuk menghormati bendera atau salam kebangsaan. Itu adalah bid’ah yang munkar yang tidak ada pada masa Nabi.ﷺ masa Khalifah yang empat. Itu dapat menghilangkan kesempurnaan tauhid yang wajib dan kemurnian dalam mengagungkan Allah satu-satunya, memunculkan syirik dan menyerupai orang kafir serta meniru mereka dalam tradisinya yang jelek dan berlebihan dalam menghormati penguasa. Padahal Rasulullah sudah melarang meniru dan menyerupai orang kafir. (Fatwa no. 2123)
Sedangkan, Syaikh Muhammad Nasiruddin Al Albani Rahimahullah mengatakan:
هذه -لا شك- من التقاليد الأوروبية الكافرة، وقد نهينا عن تقليدهم بمناهي عامة وخاصة، ولا يجوز لأي دولة مسلمة حقاً أن تتبنى شيئاً من تقاليد الكفار
Hal ini – tidak ragu lagi- termasuk bentuk taklid kepada budaya Eropa yang kafir. Kita telah dilarang mengikuti mereka baik dengan larangan umum dan khusus, maka tidak dibolehkan bagi negera muslim mana pun untuk meniru orang-orang kafir. (Al Ajwibah Al Albaniyah ‘alal As’ilah Al Kuwaitiyah, Hlm. 1-2)
Kedua. Pihak yang membolehkan
Mereka mengkritik pihak pertama. Menurut golongan ini, penghormatan bendera bukanlah masalah ibadah, dan tidak pantas dikatakan bid’ah. Ini adalah masalah adat duniawi yang hukum asalnya adalah mubah. Serta bukan pula penyerupaan kepada orang kafir, sebab menghormati simbol negara tidaklah terlarang secara syariat.
Mufti Mesir, Syaikh Syauqi Ibrahim Abdul Karim ‘Allam Hafizhahullah mengatakan:
لا مانع شرعًا من تحية العلم والوقوف للسلام الوطني؛ فكِلاهُما تعبير عن الحب لرمز الوطن وعلامته وشعاره
Tidak terlarang secara syariat penghormatan bendera dan berdiri untuk salam kenegaraaan. Keduanya merupakan ungkapan rasa cinta kepada simbol tanah air dan syiar-syiarnya …
Beliau juga berkata:
ولا يمكن القول بأن هذا من التعظيم المحرم؛ لأن التعظيم الممنوع هو ما كان على وجه عبادة المعظَّم، كما لا يمكن القول بأنه من التشبه بغير المسلمين المنهي عنه شرعًا؛ فالتشبه إنما يحرم فيما يتعلق بعقائدهم وخصوصياتهم الدينية إذا قصد المسلمُ بها التشبه.
Tidak mungkin ini dikatakan sebagai penghormatan yang diharamkan, sebab penghormatan yang dilarang itu adalah pengagungan dalam konteks ibadah, sebagaimana tidak mungkin juga disebut menyerupai non muslim yang telah dilarang oleh syariat, sebab tasyabbuh (penyerupaan) itu diharamkan dalam hal kaitannya dengan aqidah mereka, ciri khusus mereka yang duniawi, jika seorang muslim melakukannya memang bermaksud untuk menyerupai. (Lihat: http://www.dar-alifta.org/AR/ViewFatwa.aspx?ID=11069)
Begitu pula fatwa dr Lajnah Al Fatwa Darul Ifta Al Mishriyah, mereka mengoreksi pihak yang mengatakan bahwa ta’zhim (pengagungan, pemuliaan) hanya hak Allah semata, dan menganggapnya ini pendapat yang batil ..
Penghormatan bendera sudah ada di masa Nabi ﷺ dan para Sahabatnya. Dalam perang Mu’tah Nabi ﷺ mengangkat Ja’far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, dan Abdullah bin Rawahah, sebagai pemimpin pasukan dan pemegang bendera. Di masa itu, tegaknya bendera merupakan tanda kejayaan dan kemenangan sebuah pasukan perang, oleh karena itu, mereka sangat menjaganya .. zaman ini cara penghormatan tidak sama karena sudah berubahnya zaman.
Di akhir fatwa, tertulis:
فإن تحية العلم المعهودة أو الوقوف للسلام الوطني أمران جائزان لا كراهة فيهما ولا حرمة كما شغَّب به مَن لا علمَ له، فإذا كان ذلك في المحافل العامة التي يُعَدُّ فيها القيام بذلك علامة على الاحترام وتركه مشعرًا بترك الاحترام: فإن الوقوف يتأكَّد؛ فيتعيَّن فعلُه حينئذٍ؛ دفعًا لأسباب النفرة والشقاق، واستعمالا لحسن الأدب ومكارم الأخلاق.
Penghormatan bendera dan salam kenegaraan adalah dua hal yang dibolehkan, tidak makruh dan tidak pula haram, sebagaimana pandangan picik orang yang tidak memiliki ilmu.
Jika hal itu dilakukan dalam proses umum yang dianggap bahwa berdiri adalah bagian dari penghormatan dan meninggalkannya bernilai tidak hormat, maka berdiri saat itu ditekankan. Sebagai pencegah dari sebab munculnya perpecahan, dan dalam rangka memakai adab yang baik dan akhlak yang mulia. (Selesai)
Syaikh ‘Athiyah Saqr Rahimahullah mengatakan:
فتحية العلم بالنشيد أو الإشارة باليد في وضع معين إشعار بالولاء للوطن والالتفاف حول قيادته والحرص على حمايته، وذلك لا يدخل فى مفهوم العبادة له، فليس فيها صلاة ولا ذكر حتى يقال : إنها بدعة أو تقرب إلى غير الله
Menghormati bendera dengan lagu atau isyarat tangan, dalam situasi khusus itu menunjukkan loyalitas pada tanah air, bersatu di bawah kepemimpinannya, dan komitmen untuk mendukungnya. Sikap ini bukan termasuk dalam pengertian menyembah kepada bendera itu. Penghormatan bendera bukanlah shalat atau dzikir sampai-sampai ada yang bilang: “itu bid’ah atau ibadah pada selain Allah.”
Nah, pendapat kedua ini dianut oleh mayoritas umat Islam dan ulamanya saat ini.. sebab memang masalah hormat bendera bukan ibadah, bukan pula tasyabbuh bil kuffar, dan secara umum ada dasar dalam sejarah Islam.
Hanya saja, jika ini dikaitkan dengan upacara bendera, maka mesti diperhatikan: jangan sampai ikhtilat, jangan pula tata cara doa meniru orang kafir dengan diiringi musik dan bernyanyi (mengheningkan cipta), tidak boleh memunculkan rasa Nasionalisme sempit seraya mendiskreditkan bendera tauhid.
Demikian. Wallahu a’lam. [ind]
Sumber: Telegram Majelis Indahnya Berbagi