KONDISI seperti apa yang dimaksud dengan riba? Sebagai seorang Muslim, penting sekali bagi kita untuk menghindari perbuatan tersebut. “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu orang yang beriman.” (Q.S. Al-Baqarah: 278)
Dalam menjalankan biduk rumah tangga, kita ingin hidup dalam keberkahan dan ketenangan. Pokok paling penting dalam mencapai kehidupan rumah tangga yang berkah dan tenang adalah memastikan apa yang ada dalam rumah kita dan apa yang masuk ke dalam tubuh kita berasal dari harta yang halal dan bebas riba.
Baca Juga: Promo E-Money, Apakah Termasuk Riba?
Kondisi Seperti apa yang Dimaksud Riba?
Lalu apa itu riba? Menurut bahasa atau lughah, pengertian riba artinya ziyadah (tambahan) atau nama’ (berkembang). Sedangkan menurut istilah pengertian dari riba adalah penambahan pada harta dalam akad tukar-menukar tanpa adanya imbalan atau pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.
Di dalam Islam Riba dalam bentuk apa pun dan dengan alasan apa pun juga adalah dilarang oleh Allah SWT. Sehingga, hukum riba itu adalah haram sebagaimana dalil tentang riba dalam firman Allah SWT dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan riba sebagai berikut.
“Dan disebabkan karena mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisa: 161)
Lalu, kondisi yang seperti apa ketika suatu hal sudah bisa dikatakan sebagai riba?
Menurut sebagian besar ulama, riba itu terdapat pada dua hal, yaitu utang dan transaksi jual beli. Riba dalam utang adalah tambahan atas utang, baik yang disepakati sejak awal ataupun yang ditambahkan sebagai denda atas pelunasan yang tertunda.
Riba utang ini bisa terjadi dalam qardh (pinjam/utang-piutang) ataupun selain qardh, seperti jual-beli kredit. Semua bentuk riba dalam utang tergolong riba karena muncul akibat tempo (penundaan).
Riba dalam jual beli terjadi karena pertukaran tidak seimbang di antara barang ribawi yang sejenis (seperti emas 5 gram ditukar dengan emas 5,5 gram). Jenis ini yang disebut sebagai riba fadhl.
Riba dalam jual-beli juga terjadi karena pertukaran antar barang ribawi yang tidak kontan, seperti emas ditukar dengan perak secara kredit. Praktik ini digolongkan ke dalam riba nasi’ah atau secara khusus disebut dengan istilah riba yad.
Wallahu a’lam [MAY/Cms]
*Sumber: syariahbank.com