HAKIKAT sebuah merdeka. Seorang dikatakan merdeka bila dia telah menghambakan diri kepada Sang Penciptanya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ ٥٦
Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.
Itulah misi yang dibawa oleh Islam. Sebagaimana disampaikan dalam kisah heroiknya Rib’iy Bin Amir saat menghadap Rustum Raja besar Persia.
Orang yang diperbudak oleh dunia, oleh harta, wanita, tahta, narkoba, dan sebagainya sama saja dengan menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhannya.
Tercatat dalam kitab-kitab tarikh, cuplikan dialog level tinggi berikut ini antara Rib’iy utusan tentara Islam dengan Rustum raja Persia menjelaskan kepada kita tentang hakikat merdeka.
Sebelum terjadi peperangan Qadisiyah antara tentara muslimin pimpinan Sa’ad bin Abi Waqqash dengan tentara Persia pimpinan Rustam, Sa’ad terlebih dulu mengirim utusan kepada Rustam beberapa kali.
Di antara utusan tersebut adalah Rib’iy bin ‘Amir Ats-Tsaqifi.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Maka Rib’iy pun segera masuk menemui Rustam sementara mereka telah menghiasi pertemuan itu dengan bantal-bantal yang dirajut dengan benang emas, serta permadani-permadani yang terbuat dari sutera.
Mereka mempertontonkan kepadanya berbagai macam perhiasan berupa yaqut, permata-permata yang mahal, dan perhiasan lain yang menyilaukan mata, sementara Rustam memakai mahkota dan sedang duduk di atas ranjang yang terbuat dari emas.
Berbeda dengan keadaan Rib’iy, beliau masuk dengan hanya mengenakan baju yang sangat sederhana, dengan pedang, perisai, dan kuda yang pendek.
Rib’iy masih tetap di atas kudanya hingga menginjak ujung permadani.
Kemudian beliau turun serta mengikatkan kuda tersebut di sebagian bantal-bantal yang terhampar.
Setelah itu beliau langsung masuk dengan senjata, baju besi, dan penutup kepalnya.
Mereka berkata, “Letakkan senjatamu!” Beliau menjawab, “Aku tidak pernah berniat mendatangi kalian tetapi kalianlah yang mengundangku datang kemari. Jika kalian memerlukanku maka biarkan aku masuk dalam keadaan seperti ini. Jika tidak kalian izinkan, maka aku akan segera kembali.”
Rustum berkata, “Biarkan dia masuk.”
Maka Rib’iy datang sambil bertongkat dengan tombaknya dalam keadaan posisi ujung tombak ke bawah sehingga bantal-bantal yang dilewatinya penuh dengan lubang-lubang bekas tombaknya.
Beliau berkata, perhatikan baik-baik perkataan ini.
“Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan terhadap sesama hamba kepada penghambaan kepada Allah, dari kesempitan dunia kepada keluasannya, dari kezaliman agama-agama kepada keadilan Al-Islam. Maka Dia mengutus kami dengan agama-Nya untuk kami seru mereka kepadanya. Maka barangsiapa yang menerima hal tersebut, kami akan menerimanya dan pulang meninggalkannya. Tetapi barangsiapa yang enggan, kami akan memeranginya selama-lamanya hingga kami berhasil memperoleh apa yang dijanjikan Allah.”
Rustum bertanya, “Apa yang dijanjikan Allah (kepada kalian)?”
Baca juga: Abu Bakar Ash-Shiddiq di Masa Jahiliyah
Hakikat Sebuah Merdeka
Beliau menjawab, “Surga bagi siapa saja yang mati dalam memerangi orang-orang yang enggan dan kemenangan bagi yang hidup.”
Rustum pun berkata, “Sungguh aku telah mendengar perkataan-perkataan kalian. Tetapi maukah kalian memberi tangguh perkara ini sehingga kami mempertimbangkannya dan kalian pun mempertimbangkannya?”
Beliau menjawab, “Ya, berapa lama waktu yang kalian sukai? Sehari atau dua hari?”
Rustum menjawab, “Tidak, tetapi hingga kami menulis surat kepada para petinggi kami dan para pemimpin kaum kami.”
Maka beliau pun menjawab, “Rasul kami tidak pernah mengajarkan kepada kami untuk menangguhkan peperangan semenjak bertemu musuh lebih dari tiga (hari). Maka pertimbangkanlah perkaramu dan mereka, dan pilihlah satu dari tiga pilihan apabila masa penangguhan telah berakhir.”
Rustum bertanya, “Apakah kamu pemimpin mereka?”
Beliau menjawab, ” Tidak, tetapi kaum muslimin ibarat jasad yang satu. Yang paling rendah dari mereka dapat memberikan jaminan keamanan terhadap yang paling tinggi.”
Maka (akhirnya) Rustum mengumpulkan para petinggi kaumnya kemudian berlata, “Pernahkah kalian melihat (walau sekali) yang lebih mulia dan lebih benar dari perkataan lelaki ini?”
Mereka menjawab, “Kami minta perlindungan Allah dari (supaya engkau tidak) terpengaruh kepada sesuatu dari (ajakan) ini dan dari menyeru agamamu kepada (agama) anjing ini. Tidakkah engkau melihat pakaiannya?”
Rustum menjawab, “Celaka kalian! Janganlah kalian melihat kepada pakaian. Akan tetapi lihatlah kepada pendapat, perkataan, dan jalan hidupnya! Sesungguhnya orang Arab menganggap ringan masalah pakaian dan makanan. Tetapi mereka menjaga harga diri mereka.”
Peperangan Al-Qadisiyah terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab.
Ketika dua pasukan saling berhadapan, maka Rustum mengirim seorang pasukannya kepada Sa’ad dan meminta mengirim padanya seorang yang piawai untuk diajak berdialog.
Maka Sa’ad segera mengutus Al-Mughirah bin Syu’bah.
Namun mereka menolak tawarannya. Maka diutuslah Rib’iy bin ‘Amir.
Setelah Rib’iy, mereka kembali meminta satu utusan kaum muslimin untuk datang.
Maka Sa’ad mengutus Huzaifah bin Mihshan.
Pada akhirnya mereka memilih untuk berperang, dan dengan izin Allah, menanglah tentara kaum muslimin.
Sumber: Kultum 100 Judul – Ust. Lathief Abdallah
[Sdz]