FOKUS Apada akhirat tidak serta merta membuat kita mengabaikan urusan dunia. Akhirat adalah negeri masa depan, dimana setiap orang yang cerdas seharusnya sukses dan berhasil di sana, sejatinya keberadaan di dunia menjadi jalan sukses menuju akhirat, ia menjadikan amal usahanya di dunia sebagai tanaman yang akan dipetik di akhirat.
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77)
Baca Juga: Satu Ayat Kunci Kesuksesan Dunia Akhirat
Fokus pada Akhirat, Jangan Abaikan Urusan Dunia
Penjelasan:
Gunakanlah apa yang dianugerahkan Allah subhanahu wa ta’ala kepadamu berupa harta yang melimpah dan kenikmatan yang luas dalam rangka untuk ketaatan kepada Rabbmu dan bertaqarrub kepada-Nya dengan berbagai amalan-amalan yang dapat mendekatkan dirimu kepada-Nya hingga dapat menghasilkan pahala di dunia dan akhirat.
“Dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari duniawi,” yaitu dari apa-apa yang diperbolehkan Allah subhanahu wa ta’ala padanya berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan pernikahan.
Sesungguhnya Rabbmu memiliki hak atasmu, dirimu memiliki hak, keluargamu memiliki hak, dan orang-orang yang berziarah kepadamu pun memiliki hak. Maka berikanlah setiap sesuatu sesuai haknya masing-masing.
Allah berfirman, “Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,” yaitu berbuat baiklah kepada makhluk-Nya, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi,” yaitu, jangan sampai semua yang dimiliki itu menjadi motivasimu untuk berbuat kerusakan di (muka) bumi dan berbuat buruk kepada makhluk Allah. Ia berfirman “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Ayat ini merupakan kaidah Quraniyah dan dasar syariat untuk meluruskan cara pandang yang salah dan keliru terhadap dunia.
Ayat mulia ini disebutkan Allah bercerita tentang kisah Qarun yang tertipu oleh tumpukan materi yang dimilikinya, ia tergoda oleh hawa nafsunya yang selalu membisikkan keburukan kepadanya, ketika dikatakan kepadanya firman Allah surat Al-Qashas: 77
Lalu Qarun menjawab dengan penuh keangkuhan, “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” (Al-Qashash: 78)
Ayat yang mulia ini menekankan barometer yang jelas bagaimana seharusnya seorang mukmin memperlakukan hartanya, yaitu harta merupakan anugrah Allah kepada hamba-hamba-Nya, karena itu bagi orang yang berharta di akhirat nanti mendapat dua pertanyaan: dari mana harta itu diraih dan kemana dihabiskan?
Salah satu bentuk keindahan dan kebesaran agama ini adalah memerintahkan sikap seimbang dalam segala hal,
Islam melarang sikap ekstrim dan berlebih-lebihan, menentang sikap kaku pada urusan agama dan dunia, demikian jelas Dr. Umar bin Abdullah Al Muqbil dalam bukunya Qawaid Quraniyah.
Seorang muslim dipersilahkan untuk menikmati dunia dan segala perhiasannya, dengan catatan semuanya itu harus memiliki korelasi dengan kehidupannya yang abadi di akhirat kelak, karena dunia bagi seorang muslim adalah ladang untuk ia menuai di akhirat kelak.
Ada beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari ayat ini:
1. Allah tidak mengecam jika seseorang mengambil bagiannya dari kenikmatan duniawi selama bagian itu tidak atas risiko kehilangan bagian kenikmatan ukhrawi. Siapapun boleh menggunakan hartanya untuk tujuan kenikmatan duniawi selama hak Allah terhadap harta telah dipenuhinya.
2. Hidup duniawi dan ukhrawi adalah satu kesatuan. Dunia adalah tempat menanam dan akhirat adalah tempat menuai. Semua amal dapat menjadi amal dunia, walau shalat dan sedekah bila tidak tulus.
Semua pun dapat menjadi amal akhirat jika dibarengi dengan keimanan dan ketulusan demi untuk mendekatkan diri kepada Allah, walaupun amal itu adalah pemenuhan naluri seksual.
3. Sangat penting mengarahkan pandangan kepada akhirat sebagai tujuan sedangkan kepada dunia sebagai sarana mencapai tujuan. Dengan demikian semakin banyak yang diperoleh secara halal dalam kehidupan dunia, maka semakin terbuka kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan ukhrawi.
4. Dalam pandangan Al-Quran kehidupan dunia tidaklah seimbang dengan kehidupan akhirat. Perhatian pun semestinya lebih banyak diarahkan kepada akhirat sebagai tujuan, bukan kepada dunia, karena ia hanya sarana yang mengantarkan ke sana.
Karena itu ayat di atas menggunakan redaksi yang bersifat aktif ketika berbicara tentang kebahagian akhirat, sedang perintahnya menyangkut kebahagian duniawi berbentuk pasif. Demikian jelas Prof. Quraish Shihab dalam tafsir Al-Lubab.
Syaikh Assa’di berkata tentang ayat ini, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat.”
Maksudnya memperoleh sesuatu yang ada di sisi Allah dan bersedekahlah dan jangan sekali-kali kamu merasa cukup dengan hanya sekedar memperoleh kepuasan nafsu dan meraih berbagai kelezatan.
“Dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari duniawi,” maksudnya, Kami tidak memerintahmu agar menyedekahkan seluruh harta kekayaanmu sehingga engkau menjadi terlantar, akan tetapi berinfaklah untuk akhiratmu dan bersenang-senanglah dengan harta duniamu dengan tidak merusak agamamu dan tidak pula membahayakan akhiratmu.
“Dan berbuat baiklah kepada hamba-hamba Allah,” sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dengan menganugerahimu harta kekayaan ini.
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi,” dengan bersikap sombong dan berbuat berbagai maksiat terhadap Allah serta tenggelam di dalam kenikmatan dengan melupakan Pemberi nikmat itu.
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Bahkan Allah akan menyiksa mereka atas perbuatan itu dengan siksaan yang paling berat.
Siapa yang fokus kepada akhirat maka Allah akan cukupkan urusan dunianya dan dunia akan datang dengan hina dina kepadanya, tetapi siapa yang menjadikan dunia ambisi utamanya, maka Allah jadikan ia sibuk dan ia pun tidak mendapatkan dari dunia kecuali yang sudah Allah takdirkan. Perhatikanlah hadis di bawah ini:
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهَ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا قُدِّرَ لَهُ
“Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina padanya.
Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.” (HR. Tirmidzi, no. 2465. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini shahih).
Pemateri: Ustadz Faisal Kunhi M.A