JANGAN ceritakan semua yang kita dengar dan lihat. Karena tidak semuanya sahih, ada juga yang mungkin dusta.
Dalam pergaulan saat ini informasi mengalir begitu cepat. Mulai dari yang offline hingga yang online. Mulai dari hasil obrolan hingga yang mengalir melalui medsos.
Karena itu, jangan langsung disampaikan apa adanya ke orang lain. Karena tidak semuanya benar. Ada mungkin yang sudah ditambah-tambahkan, ada juga yang dikurangi, dan seterusnya.
Jika informasi sudah ditambah-tambahkan atau dikurangi, maka tidak lagi valid seperti kenyataannya. Dan kalau pun valid, belum tentu si penerima perlu dengan yang kita ceritakan.
Jadi, berlatihlah untuk menyaring terlebih dahulu. Simpan sebagai informasi untuk pribadi. Dan jika valid, sampaikan ke yang berhak menerimanya. Karena buat apa menceritakan suatu yang si pendengar nggak paham.
Inilah salah satu akhlak yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Nabi bersabda, “Cukuplah seseorang disebut berdusta jika menceritakan segala yang ia dengar.” (HR. Muslim)
Imam Nawawi menjelaskan bahwa tidak semua yang didengar benar seratus persen. Dan jika sudah dimanipulasi, ditambahkan atau dikurangi, menceritakan ke orang lain berarti menyebarkan kebohongan.
Jadi, jika dapat info dari obrolan, jangan serta merta disebarkan. Simpan dulu dan rahasiakan. Jika memang perlu disampaikan ke orang lain, ceritakan yang dinilai benar.
Saat ini, aliran informasi di media sosial mengalir begitu deras. Semakin banyak grup WA semakin banyak peluang menerima aliran info itu.
Bayangkan jika semua yang diterima langsung disebarkan, maka kita pun ikutan menyebarkan kebohonan. Karena tidak semua info itu benar apa adanya.
Selain itu, memusingkan diri dengan urusan yang tidak kita pahami, hanya akan menambah beban pikiran dan jiwa. Lebih parah lagi jika menyebarkannya tanpa mengukur apakah yang menerima juga akan ikutan terbebani.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Di antara tanda kebaikan seseorang adalah dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi)
Kapasitas pikiran dan jiwa kita sangat terbatas. Fokuslah dengan hal-hal yang jelas-jelas menjadi tanggung jawab kita. Dan jika dibebankan dengan urusan lain, terlebih lagi yang sangat berat, maka menjadikan hati dan pikiran kita tidak sehat.
Bukan berarti kita abai dengan urusan umat. Tapi jika yang disebarkan hanya beban tanpa ada solusi, sama saja kita menyebarkan beban yang tidak jelas jalan keluarnya.
Sebarkanlah yang baik-baik untuk saudara kita. Dengan begitu, kita memberikan andil kebaikan yang bisa bermanfaat untuk mereka. [Mh]