NABI shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa, “Ya Allah, cukupkanlah aku dengan kehalalan-Mu dari mencari yang haram. Dan kayakanlah aku dengan keutamaan-Mu dari kebutuhan ke selain-Mu.” (HR. At-Tirmidzi)
Nabi mengajarkan kita tentang kata ‘cukup’ jika dipadankan dengan anugerah di dunia ini. Jadi, bukan minta dilebihkan atau dilimpahkan.
Kenapa? Karena Nabi juga mengajarkan dan mencontohkan bahwa yang ada di dunia ini hanya hiasan saja. Anugerah utamanya ada di akhirat.
Hal ini pula yang mungkin dimaknai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang makna hasanah di dunia. Yaitu, cukup saja, bukan berlebih atau berlimpah.
Dan hal itu dibuktikan Nabi melalui sejarah kehidupannya. Tidak ada harta yang ditinggalkan Nabi pasca wafatnya. Seolah hal ini menyiratkan bahwa ketika usai sudah masa hidup Nabi, selesai sudah apa yang ada pada Nabi tentang dunia ini.
Pernah puteri beliau tercinta, Fathimah radhiyallahu ‘anha, meminta bantuan supaya diberikan pembantu atau lainnya. Hal ini karena kehidupan Fathimah bersama suami dan anak-anak begitu prihatin. Sangat pas-pasan, kalau tidak mau disebut kurang.
Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam tidak menuruti apa yang diinginkan Fathimah. Nabi hanya meminta Fathimah untuk bersabar dan mengabarkan tentang pahala yang besar di akhirat.
Kalau saja Nabi meminta semua tentang dunia itu kepada Allah subhanahu wata’ala, tentu hal itu teramat sangat mudah bagi Allah untuk mengabulkannya.
Begitu banyak nasihat Nabi tentang kenyataan dunia ini. Intinya, jadikan atau anggap keberadaan kita di dunia seperti seorang musafir yang berhenti sejenak untuk istirahat. Jangan terlalu berlebihan istirahatnya, karena tujuan masih sangat jauh.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga menyebut tentang istilah ‘wahan’. Ketika seorang sahabat bertanya tentang itu, Nabi menjelaskan: cinta dunia dan takut mati.
Ketika dunia berlimpah, yang terjadi adalah cinta yang berlebihan. Dan orang yang terlalu berlebih cintanya pada dunia, ia tidak akan mau mati. Padahal, mati merupakan pintu untuk bisa meraih balasan yang jauh lebih besar di akhirat.
Perhatikanlah sebagian bangsawan Arab saat ini yang hartanya berlimpah. Jangankan ikut berjihad menolong saudaranya seiman, menyebut pihak yang mestinya mereka bela saja takutnya bukan kepalang.
Dan harta yang luar biasa itu tidak memberikan maslahat yang istimewa di banding yang dirasakan orang umumnya. Meski berlimpah, mereka tetap makan tiga kali sehari, tidur di ranjang seukuran untuk umumnya ranjang, tidur dengan durasi yang juga sama dengan orang umumnya.
Itulah mungkin, ketika Allah mencintai sebuah generasi, lingkungan generasi itu lebih mendekat ke arena jihad daripada ke arena perlombaan banyak harta. Karena dengan begitulah, generasi itu akan melalui jalan pintas menuju surga yang penuh kenikmatan.
Jadi, bersyukurlah jika hari ini sudah Allah cukupkan rezeki kita. Bahkan akan menjadi sangat istimewa lagi syukur kita, jika untuk esok pun sudah Allah sediakan juga. [Mh]