ADA satu kekeliruan fatal yang berkaitan dengan masalah Rohingya belakangan ini, yaitu membandingkan mereka dengan Palestina. Hal itu disampaikan oleh seorang aktivis perempuan yang juga merupakan Alumni Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta, Indah Febryyani.
“Tidak etis membanding-bandingkan kasus Rohingya dengan Palestina. Di mana akal dan nurani orang yang memperbandingkan dua saudara Muslim yang sedang diuji dalam penjajahan,” ujar aktivis yang kerap angkat suara untuk masalah feminisme dan pendidikan ini.
Baca Juga: Sembilan Pintu Kebaikan untuk Perempuan dan Anak Palestina
Aktivis Perempuan: Keliru, Membandingkan Rohingya Dengan Palestina
Dalam paparannya, ia menyayangkan sikap netizen yang terlanjur termakan hoax, lalu ikut memperparah situasi dengan berbagai macam tuduhan. Sebagian netizen telah menyerukan pengusiran terhadap orang-orang Rohignya, bahkan tidak sedikit yang meragukan keislaman mereka.
“Mungkin di benak kita muncul pertanyaan kenapa ada di antara mereka yang tidak bisa membaca Al-Qur’an, atau mengapa mereka kabur dari kampung halamannya di wilayah Arakan.
Sebenarnya tidak perlu pendidikan tinggi untuk menjawab pertanyaan ini. Cukup pahami saja fakta mereka itu terjajah dan terusir dari wilayahnya, sehingga membuat mereka tidak memiliki akses pendidikan, pekerjaan, bahkan kehidupan yang layak.
Lantas kita hendak menuntut mereka untuk memiliki akhlak dan intelektualitas sesuai standar kita?” ujar alumnus SPI yang baru saja mendapatkan beasiswa untuk berkuliah di Australia ini beretorika.
Sementara itu, SPI Pusat telah mengeluarkan himbauan melalui akun resmi di media sosialnya agar umat dapat menahan diri dari berbagai macam isu negatif seputar permasalahan pengungsi Rohingya dengan mengutip ayat ke-6 dalam Surat Al-Hujurat.
Ayat tersebut menekankan akan pentingnya tabayyun. SPI juga menyerukan semua pihak untuk menjaga diri dari fitnah, terutama sekali para influencer yang memiliki banyak follower.
Dalam himbauan itu pula SPI mengajak semua pihak untuk sama-sama memikirkan bagaimana nasib orang-orang Rohignya jika diusir begitu saja.
Kalau sampai hal itu terjadi, maka mereka akan menghadapi risiko tenggelam di Samudera Hindia, dipersekusi di Myammar, atau hidup melarat di negeri lain.
Seruan yang dirilis pada 15 Desember 2023 itu ditutup dengan retorika, “Bagaimana dengan anak-anak mereka, yang sama tak bersalahnya dengan anak-anak Gaza Palestina?”
Melalui siaran live di akun Instagram-nya, SPI telah menggelar sebuah diskusi khusus tentang persoalan Rohingya pada tanggal 12 Desember silam.
Diskusi tersebut menghadirkan Indah Febryyani yang memaparkan bahwa berbagai isu negatif tentang Rohingya ternyata terbukti hoax.
Akmal Sjafril, Kepala SPI Pusat yang juga menjadi narasumber dalam diskusi yang sama, menguraikan bagaimana netizen terjebak oleh berbagai logika yang keliru sehingga terdorong untuk membenci orang-orang Rohingya.
(SPI Media Center)