TULISAN ini terinspirasi dari buku berjudul The Danish Way of Parenting. Motivator Parenting dari Rumah Pintar Aisha Randy Ariyanto mengulas mengenai konsep parenting dari buku tersebut.
Rahasia orang Denmark membesarkan anak yang ditulis oleh Jessica Jelly Alexander, Iben Dissing Sandahl.
Buku ini telah memberikan ilmu baru bagi saya tentang sebuah konsep parenting yang menarik. Berikut ini, saya bagikan konsep tersebut kepada Ayah dan Bunda.
Tanpa kita sadari, seseorang itu dikendalikan oleh pusat kendali internal dan pusat kendali eksternal.
Saat seseorang memiliki pusat kendali internal yang dominan, maka orang tersebut memiliki keyakinan bahwa ia bisa mengendalikan hidupnya dan ia juga yakin mampu mengendalikan apa saja yang terjadi pada diri mereka.
Sebaliknya, seseorang yang pusat kendalinya dominan eksternal, ia percaya bahwa hidup mereka dikendalikan oleh faktor eksternal seperti lingkungan, budaya, status sosial. Kabar tidak baiknya, bagi orang dewasa, remaja dan anak-anak sekalipun yang mempunyai pusat kendali eksternal cenderung mudah cemas dan depresi saat menghadapi masalah.
Mereka tidak yakin dengan dirinya sendiri. Mereka pasrah dengan keadaan dan cenderung menyalahkan lingkungan.
baca juga: 4 Trend Berkeluarga pada Generasi Milenial, Banyak Menerima Tips Parenting
The Danish Way of Parenting
Nah, sekarang pertanyaannya adalah, apa yang menyebabkan seseorang menjadi dominan pusat kendali eksternalnya?
Penyebabnya pertama, saat mereka masih anak-anak, orang tuanya terlalu mengekang, terlalu khawatir, terlalu cemas kepada anaknya sehingga banyak larangan yang orang tuanya terapkan kepada anak-anaknya.
Penyebab kedua adalah terlalu memaksakan kehendak orang tua kepada anak-anaknya. Saat orang tua memaksakan anak melakukan sesuatu, sedangkan anak merasa tidak senang, tidak nyaman, tidak bersemangat dan tidak bergairah melakukan perintah orang tuanya, lalu anak ditakut-takuti.
Jika anak tidak melakukan sebagaimana orang tua perintahkan, anak akan merasa cemas dan takut.
Perasaan cemas dan takut itu, semakin lama semakin menumpuk, semakin bertambah, semakin membuatnya lebih cemas dan lebih takut bahkan bisa menjadikan anak stres.
Seringkali kita melihat seorang anak yang ingin mengakhiri hidupnya karena perasaan cemas dan takutnya yang berlebihan.
Saya juga sering membaca di kolom psikolog remaja bahwa anak-anak khususnya remaja banyak yang stress dan depresi.
Mereka dipaksa ikut les ini dan itu. Sepulang sekolah, badan capek, masalah di sekolah belum juga selesai, mereka harus berangkat mengikuti berbagai macam kursus mulai dari kursus matematika, kursus bahasa inggris, kursus piano, kursus bahasa jepang, kursus ini, itu dan masih banyak lagi.
Sepulang kursus, anak remaja ini masih saja mendapatkan masalah yang datang dari orang tuanya. Ia sering dimarahi, diomeli, yang membuat hatinya senantiasa dirundung kesedihan.
Coba bayangkan kondisi jiwanya, pagi belajar, siang kursus, malam mendapatkan kemarahan dari orang tuanya.
Ia merasa tertekan, selalu cemas dan takut, akhirnya mereka ingin mengakhiri semuanya dengan cara ingin mati saja.
Itulah awal dari dominannya pusat kendali eksternal pada anak. Anak-anak yang sering ditekan dan dipaksa maka pusat kendali internalnya akan semakin melemah sebaliknya pusat kendali eksternal semakin menguat.
Bagi anak usia TK misalnya, jika ia dipaksa sekali lagi saya ulang dipaksa membaca, menulis, berhitung sejak dini, mungkin awalnya anak akan lebih unggul daripada temannya yang lain.
Akan tetapi, pada tahun-tahun berikutnya level membaca mereka akan sama, namun ada efek buruknya bagi anak yang sering dipaksa membaca yakni tingkat kecemasannya meningkat dan kelak saat mereka dewasa, mereka akan sulit bersaing dengan orang lain.
Kenapa? karena kecemasan dan ketakutan yang ada dalam dirinyalah yang membuat mereka redup sebelum bertanding.
Berarti tidak boleh dong mengajari anak TK calistung. Bukannya tidak boleh, sangat boleh sekali asalkan anak belajar dalam kondisi senang dan gembira.
Bukan calistungnya yang tidak boleh tetapi “dipaksa” nyalah yang tidak boleh.
Kembali lagi Bun, mari kita tingkatkan pusat kendali internal dan mengurangi apa saja yang dapat mempengaruhi dominannya pusat kendali eksternal pada anak-anak kita untuk masa depan mereka yang lebih baik.
Pusat kendali internal juga bisa dipahami seperti ini. Saat kita lapar, lalu tiba-tiba ada makanan di depan meja. Kita tidak tahu itu makanannya siapa.
Jika sistem kendali internal kita bagus, maka kita tidak akan mengambil makanan itu. Kita tahu dan sadar kalau makanan itu bukan milik kita.
Kalau kita mengambilnya berarti kita mencuri, berarti kita akan mendapatkan dosa. Akan tetapi, jika sistem kendali internal kita sedang terganggu, kita ambil saja makanan itu lalu kita makan.
Contohnya hewan. Hewan tidak peduli itu makanan siapa. Jika ada makanan, hewan itu akan langsung memakannya.
Penting sekali orang tua mengasah sistem kendali internal kepada anak khususnya saat anak sudah menginjak dewasa.
Apalagi dengan banyaknya dampak buruk gadget, maka sistem kendali internal harus lebih ditingkatkan lagi.
Misalnya dalam kasus LGBT. Banyak anak terjebak dengan LGBT. Bermula dari ketidaksengajaan anak melihat tontonan yang menjurus aktivitas lesbian atau gay.
Mereka terus menerus menonton video-video tersebut lalu pada akhirnya merekapun terobsesi menjadi LGBT.
Hati-hati juga jika melihat film dari negara-negara yang mengkampanyekan atau mendukung LGBT misalnya Thailand.
Ada kisah nyata, seorang anak berubah orientasi seksualnya gara-gara sering melihat drama Thailand yang penuh dengan film bertemakan LGBT.
Lalu dari berbagai komunitas online, Group wa, Group FB yang memang menyasar anak-anak.
Lalu, bagaimana kita membentengi anak-anak kita dari pengaruh buruk misalnya LGBT tadi dengan menguatkan sistem kendali anak.
Lalu bagaimana cara menguatkannya, caranya adalah memberikan anak pemahaman. Anak jarang sekali mendapatkan pemahaman dari orang yang lebih tua bisa orang tua, guru atau yang lainnya tentang pendidikan seksual.
Karena penasaran anak mencari sendiri bisa bertanya kepada temannya atau browsing google, nonton YouTube atau diskusi di Group FB.
Apakah informasi yang didapat anak itu benar. Saya yakin sebagian besar informasi yang di dapat anak salah. Besar kemungkinan malah anak yang terpengaruh, dan masuk dalam lembah hitam LGBT.
Jadi, orang tua harus berperan penting untuk menguatkan sistem kendali anak. Sekolah juga memiliki peran penting untuk melakukannya dengan misalnya mengadakan pelatihan seperti persiapan saat anak masuk masa remaja, pengenalan reproduksi atau cerdas dalam ber-gadget.
Lalu bagaimana caranya menguatkan sistem kendali anak misalnya tadi dalam kasus LGBT. Caranya adalah diberi pemahaman dan pengetahuan.
Pahamkan mengenai organ reproduksi. pahamkan batasan hubungan laki-laki dan perempuan. Pahamkan apa dampaknya jika melakukan penyimpangan seksual yang bisa berakibat memiliki penyakit yang berbahaya.
Lalu ceritakan begitu dahsyatnya murka Allah terhadap kaum LGBT seperti halnya umat nabi Luth. Pahamkan begitu besar dosa bagi kaum LGBT.
Jadi anak perlu diedukasi dampak negatif LGBT bagi kesehatan, kehidupan sosial termasuk juga dosa dan siksa Allah sebagai hukumannya.
Anak harus memiliki basic knowledge untuk membentengi dirinya dari pengaruh luar baik dari temannya atau dari sosial media.
Jadi bagi orang tua yang memiliki anak remaja, lakukan peranmu, beri anak pemahaman yang benar agar anak tidak mencari sendiri informasi yang malah membuat anak menyimpang.[ind]