PULUHAN muda-mudi dengan beragam profesi mulai dari dokter hingga guru memadati aula Imam Al-Ghazali, INSISTS, Jakarta pada Rabu (6/12) malam untuk mengikuti kuliah Filsafat di Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta.
Pada kesempatan ini, pakar Akidah dan Filsafat Islam, Prof. Dr. Syamsuddin Arif, MA. dihadirkan sebagai narasumber.
Penulis buku “Islam dan Diabolisme Intelektual” ini mengawali perkuliahan dengan mengurai definisi kata yang berakar dari bahasa Yunani ini.
“Filsafat secara istilah, perlu dibedakan maknanya sebagai aktivitas, disiplin ilmu, atau sistem kepercayaan. Sebagai aktivitas, berfilsafat bermakna bertanya-tanya, mempertanyakan, dan berpikir ulang. Maka sebenarnya, sepanjang waktu kegiatan ini kita lakukan,“ jelas Syamsuddin.
Baca Juga: Pengajar SPI Jakarta: Umat Islam Tidak Boleh Keliru dalam Menghadapi Fitnah Kubro
Dokter hingga Guru Pelajari Filsafat Islam di SPI Jakarta
Dede Koesprihatin, seorang peserta berprofesi guru, mengatakan bahwa penjelasan Syamsuddin mengubah persepsi negatifnya terhadap filsafat selama ini. Ia menyadari bahwa setiap saat manusia selalu berfilsafat.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Adiba Nur Ashri, seorang dokter asal Jawa Timur, bahwa dalam pekerjaannya senantiasa akalnya tak lepas dari merefleksikan kejadian.
Selain tenaga profesional, hadir pula peserta dari kalangan mahasiswa.
“Di perkuliahan ini saya belajar bahwa sebagai umat Islam, kita diwajibkan untuk banyak berpikir, namun tetap mempertimbangkan batas kemampuan manusia,” kesan Afra Afifah Ahyari, seorang mahasiswi Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam and Arab.
Ia menilai materi yang dibawakan sangat menarik. “Ustadz Syam mampu mengemas materi yang sulit dan berat menjadi menyenangkan dan mudah dipahami,” ujarnya.
Dalam perkuliahan dua jam ini, Syamsuddin memaparkan pandangan para ulama Al-Farabi, Al-Kindi, dan Ibnu Sina terhadap Filsafat Islam.
“Dalam Islam ada tiga tahap dalam filsafat. Poin pertama, harus punya rasa cinta pada pengetahuan. Kesukaan ini sepatutnya mengantarkan pada level berikutnya yaitu memahami kebenaran-kebenaran tentang sesuatu. Tahap terakhir adalah yang menjadi ciri khas filsafat islam, yaitu bagaimana ilmu tentang hakikat termanifestasi dalam kata-kata dan perbuatan,” ujar dosen Universitas Darussalam Gontor itu.
Pada sesi diskusi, antusiasme peserta terlihat dari ragamnya pertanyaan. Setelah dialog berlangsung, Syamsuddin menutup kelas dengan menyampaikan apresiasinya terhadap para murid akan keseriusannya dalam belajar. Ahli 5 bahasa ini berharap para peserta SPI dapat menghasilkan karya tulis yang menjadi warisan keilmuan.
“Apa urgensi seorang muslim mempelajari filsafat? Filsafat itu untuk mengokohkan kebenaran sekaligus menghapus keraguan,” pungkasnya sebagai kalimat penutup.
Penulis: Habibah Agianda, Amrina
[Ln]