MEMBOIKOT produk-produk yang nyata membiayai pembantaian kemanusiaan di Gaza itu menjadi kewajiban. Selanjutnya menjadi kewajiban untuk menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme.
Di antara tuntunan fikih seputar boikot tersebut adalah:
(a) memastikan daftar produk-produk yang harus diboikot itu benar adanya.
(b) Mempertimbangkan skala prioritas, di mana produk yang menjadi kebutuhan tersier lebih didahulukan untuk diboikot dari pada produk dalam skala sekunder. Begitu pula produk sekunder lebih didahulukan untuk diboikot daripada produk primer.
Oleh karena itu, setiap individu memastikan produk-produk yang menjadi kebutuhan hariannya seperti kebutuhan dapur, kebutuhan kamar mandi, ATK, dan kebutuhan lainnya itu tidak termasuk dalam daftar yang harus diboikot. Dan ini semuanya menjadi tidak sulit saat lifestyle halal menjadi kesehariannya.
Baca Juga: Bagaimana Muslim Menanggapi Fatwa MUI tentang Boikot Produk Pro Zionis?
Tuntunan Fikih Seputar Boikot Produk yang Mendukung Israel
Di antara landasan atau alasan pilihan boikot tersebut:
Pertama, membantu saudara-saudara Muslim ataupun non-Muslim di Gaza itu wajib, bukan karena tuntunan syariah semata tetapi juga karena solidaritas kemanusiaan.
Kedua, kewajiban untuk membantu Gaza bagi masyarakat Indonesia –yang jaraknya jauh dari lokasi pembantaian– itu dapat dilakukan dengan memberikan bantuan materi.
Salah satu bantuan materi yang harus dilakukan adalah boikot. Boikot ini menjadi ijtihad para ulama sejak lama digulirkan dengan cara tidak membeli, tidak berbelanja, dan tidak mengonsumsi produk (barang atau jasa) perusahaan tertentu yang nyata-nyata membiayai pembantaian kemanusiaan di Gaza.
Ketiga, karena boikot itu dapat dilakukan oleh setiap individu dengan mudah. Di mana setiap individu dipastikan ia membeli dan berbelanja. Maksudnya ada dalam kemampuan setiap individu untuk membeli atau tidak membeli, berbelanja atau tidak berbelanja.
Keempat, boikot ini menjadi kontribusi yang sangat riil dalam meringankan penderitaan Gaza karena pembantaian di Gaza itu dipastikan ada dana besar yang membiayainya.
Jika masyarakat melakukan pemboikotan secara masif terhadap produk-produk perusahaan tersebut, maka pembantaian itu akan kehilangan atau kehilangan sebagian dana yang menyuplainya.
Kelima, pendapat beberapa ulama salaf dan khalaf.
Pendapat Imam Nawawi dalam, “Umat Islam tidak boleh (haram) menjual senjata kepada musuh Islam yang sedang memerangi Islam, dan tidak boleh juga membantu mereka dalam menegakkan agama mereka.” (Syarah Shahih Muslim 11/40).
Pendapat Ibnu al-Hajj al-Fasy al-Maliki, “Tidak masalah bagi kalangan Yahudi dan Nasrani mendirikan (ekonomi) untuk kalangannya sendiri dan yang seagama dengannya sebagai bentuk pembunuhan secara terpisah. Dan tidak masalah melarang mereka untuk menjual pada kaum Muslimin dan melarang kaum Muslimin membeli produk mereka.” (al-Madkhal 2/78).
Pendapat Sayyid Ramadhan al-Buthi, “Wajib ain untuk memboikot makanan dan produk dagang Amerika dan Israel, karena ini termasuk jihad yang mudah dilakukan bagi setiap orang Islam untuk menghadapi agresi dari Israel.”
(Ma’a an-Nas Masyurat wa Fatawa, Syeikh Dr Sa’id Ramadhan al-Buthi, halaman 52).
Keenam, Fatwa MUI. “Mendukung agresi Israel terhadap Palestina atau pihak yang mendukung Israel baik langsung maupun tidak langsung hukumnya haram. Umat Islam diimbau untuk semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme.”
(Fatwa MUI No 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan Terhadap Perjuangan Palestina).
Penulis: Dr. Oni Sahroni