KERUSUHAN akhirnya pecah di Swedia, Ahad (3/9). Hal ini dipicu oleh pembakaran Al-Qur’an yang dilakukan berulang-ulang oleh pelaku yang sama: Salwan Momika. Tapi pemerintah Swedia membiarkannya.
Kerusuhan yang sama juga pernah terjadi di Kedutaan Swedia di Irak ketika pengunjuk rasa memprotes pembiaran negara Swedia terhadap penistaan agama Islam. Kantor Duta Besar Swedia di Irak terbakar dan para staf diplomatnya diungsikan.
Negara-negara Islam di seluruh dunia juga melakukan protes yang sama. Termasuk di Indonesia. Hal ini karena adanya pembiaran pemerintah Swedia terhadap aksi yang mencederai martabat pihak lain yaitu umat Islam.
Menariknya, di setiap aksi pembakaran itu, pelaku bukannya ditangkap atau dilarang. Justru diberikan perlindungan oleh sejumlah aparat keamanan. Kenapa?
Pemerintah Swedia menjelaskan bahwa konstitusinya melindungi kebebasan berekspresi. Termasuk melakukan pembakaran Al-Qur’an?
Hal yang sama juga pernah terjadi di Prancis ketika sejumlah orang menghina Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melalui karikatur dan tulisan. Dan hal ini akhirnya menyulut konflik berdarah yang menewaskan sejumlah orang.
Tentang kebebasan yang diekspresikan melalui pembakaran Al-Qur’an juga terjadi di Denmark. Tapi kini, pemerintah tersebut tengah meninjau ulang undang-undang kebebasan berekspresi itu.
Kebebasan yang Kebablasan
Denmark dan Swedia memang tengah meninjau ulang tentang layak tidaknya kebebasan dalam konstitusi mereka.
Tidak disangka, negeri yang maju dalam teknologi dan pendidikan, tapi begitu lemah dalam nalar tentang kebebasan.
Jika kebebasan dimaknai apa saja dan dalam bentuk ekspresi apa saja, maka kekacauan akan terjadi di seluruh negeri.
Bayangkan jika umat Islam melakukan hal yang, dan tentu ini tidak patut dilakukan, yaitu dengan membakar kitab suci agama si pembakar Al-Qur’an, maka akan terjadi konflik dua kelompok besar: umat Islam dan agama lain.
Karena yang sebenarnya yang bermasalah hanya oknum tertentu yaitu si pelaku, tapi dengan dalih kebebasan, bisa melibatkan orang banyak sebagai korban.
Kebebasan sepatutnya dimaknai sebagai sesuatu yang bertanggung jawab. Yaitu, kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan pihak lain. Karena yang memiliki hak asasi manusia adalah semua warga, bukan oknum tertentu saja.
Entah sampai kapan negara-negara Eropa itu menyadari kekeliruan mereka tentang aturan kebebasan berekspresi. Jangan sampai, kesadaran itu muncul di saat segalanya sudah sangat terlambat, seperti kerusuhan yang terjadi pada Ahad lalu itu. [Mh]