ALLAH subhanahu wata’ala bukan hanya Mencipta. Tapi juga memelihara dan menjamin rezeki makhlukNya.
Disadari atau tidak, manusia bukan pemilik dirinya sendiri. Tapi semuanya serba Allah subhanahu wata’ala.
Kita tidak pernah tahu di negeri mana kita akan lahir. Siapa ayah ibu kita, bagaimana keimanannya, kecerdasannya, kebijaksanaannya, dan juga kekayaannya.
Kita tidak pernah tahu bahasa dan budaya tempat kita lahir. Tapi, kini kita sudah menguasainya. Tanpa kursus sedikit pun.
Kita tidak pernah tahu bagaimana cara berjalan, bicara, makan, minum, tidur, buang air, dan lainnya. Semuanya kita pahami secara alami. Alami artinya Allah yang mengajarkan melalui lingkungan.
Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi dalam tubuh kita saat sedang tertidur. Misalnya, berapa kali jantung harus berdetak, berapa kali paru-paru kembang-kempis, seberapa banyak darah yang harus dipompa, bagaimana lambung melumatkan makanan, bagaimana ginjal dan limpa menyaring racun dan kotoran yang masuk, dan seterusnya.
Kita tidak pernah tahu berapa lama jatah hidup kita. Apakah sampai tua, atau ketika masih anak-anak pun sudah harus usai.
Kita tidak pernah tahu bagaimana hari esok kita, siapa jodoh kita, berapa anak kita, bagaimana masa remaja dan dewasa mereka, dan seterusnya.
Kita tidak pernah tahu hari ini kita akan memperoleh rezeki apa, seberapa besarnya, dan seterusnya. Kita juga tak pernah tahu apa ada musibah yang akan menimpa hari ini.
Kita tidak pernah tahu kapan kita sakit, kapan sembuh, penyakit apa yang akan diderita, dan seterusnya.
Kita tidak pernah tahu kapan ayah ibu tercinta akan meninggalkan kita selamanya. Seperti halnya ketidaktahuan kita apakah memang mereka yang dulu ‘pergi’, atau mungkin kita yang duluan.
Kita tidak pernah tahu siapa sahabat dan orang-orang yang akan kita cintai. Akan seberapa indah keakraban kita dengan mereka, dan seterusnya.
Bahkan, kita tidak pernah tahu apa yang akan kita lakukan esok, maslahat dan madarat apa yang akan kita temui esok. Jangankan kapan kita mati, jam dan menit berapa kita akan tidur pun masih gelap.
Ternyata, kita jauh lebih banyak tidak tahunya daripada tahunya. Kita serba tidak tahu tentang keadaan diri kita.
Lalu, bagaimana mungkin kita bisa menyombongkan diri bahwa aku adalah aku. Akulah yang menentukan nasibku sendiri. Tanpa perlu meminta kepada Yang Maha Menentukan segalanya. [Mh]