SEHARIAN ini netizen gaduh soalan war tiket konser grup band asal Inggris Coldplay yang akan digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta pada 15 November 2023.
“Mohon doanya, saya sendiri enggak kebagian tiket. Yang nitip tiket keluarga saya, saya coba enggak berhasil,” kata Sandiaga Uno usai menghadiri Halal bi Halal MUI di Jakarta pada Kamis (18/5).
Public On-Sale dimulai hari Jumat (19/5) ini jam 10.00, setelah dua hari sebelumnya ada pre sale untuk pemegang kartu bank tertentu.
Konon sampai 500 ribu calon pembeli yang berada di waiting room, termasuk Pak Menteri yang mau membelikan tiket untuk keluarganya itu.
Harga tiket dibanderol paling murah Rp800 ribu dan termahal Rp11 juta. Promotor menyediakan 11 kategori tiket.
Begitu tiket dikabarkan terjual habis di situs penjualan resminya, di sosial media dan market place berseliweran tiket yang ditawarkan dengan harga fantastis sampai puluhan juta untuk menyaksikan tontonan yang hanya berlangsung selama beberapa jam itu.
Netizen pun ramai berkomentar. Ada yang menawarkan kulkas dan barang-barang lainnya untuk membeli tiket. Ada yang berencana terbang dari Papua ke Jakarta demi menonton pertunjukan itu, dan sebagainya.
Di Jepang lebih absurd lagi. Pembelian tiket konser Cpldplay melalui sistem undian. Jadi calon pembeli memasukkan data ke aplikasi tertentu, lalu memasukkan nomer kartu pembayarannya.
By system, aplikasi akan “mengocok” nama yang beruntung. Mereka yang terpilih secara otomatis atas terdebet sejumlah uang pembayaran tiket tersebut.
Astaghfirullah!
Baca Juga: Biar Nggak Nyesel, Pahami Nasihat Financial Planner ini sebelum War Tiket Konser
Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti mengulas tentang hal ini dalam artikel yang berjudul “Tiket Coldplay dan Biduanita Abbasiyyah”.
Tiket ColdPlay dan Biduanita Abbasiyyah
Apa yang terjadi hari ini ternyata pernah dicatat dalam sejarah. Di masa-masa akhir menjelang keruntuhan Daulah Abbasiyyah, di mana para penyair dan biduanita dibayar sangat mahal.
View this post on Instagram
Seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Al Muqtadir yang dinilai sangat lemah dan tidak ada wibawanya lagi.
Menurut Al Mas’udi, “Yang mengurus pemerintahan (pada masa al-Muqtadir) adalah kaum perempuan, penyair, pelayan, dan lain-lain (di istananya).”
Kalimat itu adalah sindiran karena Sang Khalifah lebih memilih bersenang-senang ketimbang mengurus negerinya.
Puncaknya, pada masa pemerintahan Khalifah Al Musta’shim. Kegemarannya menyaksikan biduanita menyanyi dan menari di istana membuatnya rela menghamburkan harta.
Konon, seorang biduanita atau penyair akan dibayar dengan dinar emas yang dimasukkan dalam mulutnya. Sebanyak mulutnya bisa menampung, itulah hadiah yang diberikan padanya.
Perilaku maksiat itu mengundang bala. Pada 12 Muharram 656 H, 200.000 pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan mengepung istana.
Pada situasi seperti itu, Khalifah bukannya segera bertindak, namun malah menggelar pesta!
Di antara hujan panah pasukan Mongol, sebuah anak panah datang dari arah jendela menembus tubuh biduanita yang juga selirnya bernama Arafah yang sedang menari di hadapan Khalifah.
Anak panah itu disertai selembar surat, “Jika Tuhan hendak melaksanakan ketentuan-Nya, maka Dia akan melenyapkan akal waras orang yang berakal.”
Bahkan tentara Mongol pun tahu kalau pemimpin terakhir Abbasiyyah itu sudah kehilangan akalnya karena memburu kesenangan melalui dendang lagu dan tarian.
Akhirnya, sejarah mencatatnya sebagai pecundang. Bahgdad yang dibangun nenek moyangnya sebagai simbol kegemilangan Islam, luluh lantak.
Dua juta rakyatnya dibantai tanpa ampun oleh pasukan Mongol. Termasuk Khalifah yang lemah dan keluarganya. Semoga ini menjadi pelajaran bagi kita.[ind]