APAKAH karakter suami bisa mempengaruhi kepribadian istri? Dosen Psikologi Universitas Mercu Buana Hifizah Nur, S.Pd., M.Ed. menjelaskan sebagai berikut.
Saat presentasi mahasiswa, ketika pembahasan perkembangan sosial dewasa muda (18-40 tahun), ada pertanyaan yang menggelitik dari audience di kelas,
“Kalau pasangan yang berbeda kepribadian, misalnya sang istri, sebelum menikah adalah seorang yang lembut, lalu suaminya orang yang kasar,
apakah setelah menikah, istri akan mengikuti karakter suaminya, menjadi kasar dan suka marah?”
Mahasiswa yang bertugas presentasi menjawab sebagai berikut.
Sang istri bisa saja berubah ketika menikah dengan suami yang pemarah, apa lagi kalau satu rumah bertahun-tahun, pasti akan terpengaruh dengan sikap keras dan kasar dari suaminya.
Benarkah demikian?
Baca Juga: Karakter Suami Istri yang Disukai
Apakah Karakter Suami Bisa Mempengaruhi Kepribadian Istri? Simak Jawaban Psikolog
Dalam psikologi perkembangan, memang dipelajari bahwa kepribadian seseorang masih bisa berubah sebelum usia 40 tahun.
Bahkan di atas usia 40 tahun pun, bila ada kejadian-kejadian besar, seperti kematian orang yang dicintai, bencana alam, peperangan dan sebagainya, kepribadian sangat mungkin untuk berubah.
Tidak bisa dipungkiri kalau dalam kehidupan rumah tangga itu, suami istri bisa saling mempengaruhi. Tergantung siapa yang pengaruhnya lebih kuat.
Namun perlu digarisbawahi, bahwa suami yang keras dan kasar belum tentu selalu bisa mempengaruhi istrinya menjadi keras dan kasar juga.
Karena, kepribadian seseorang juga ditopang juga dengan kuat atau lemahnya karakter yang terbangun dalam diri seseorang.
Kepribadian merujuk pada pola-pola perilaku, pemikiran, dan emosi yang konsisten dan unik dari seseorang.
Ini mencakup aspek-aspek seperti temperamen, preferensi, gaya berinteraksi sosial, dan kecenderungan individu. Sifatnya cenderung menetap, tapi bisa diperhalus.
Sementara karakter merujuk pada kualitas moral, nilai-nilai, dan prinsip yang membentuk integritas seseorang. Ini mencakup sifat-sifat seperti kejujuran, tanggung jawab, empati, rasa adil, integritas, dan keberanian.
Sifatnya mudah berubah seiring dengan nilai-nilai dan pengalaman yang dipelajari orang tersebut.
Kalau karakter yang dibangun pasangan kuat, berdasarkan prinsip dan nilai, serta latihan untuk menanamkan karakter tersebut secara terus-menerus, maka tidak akan mudah digoyahkan oleh pengaruh kepribadian pasangannya.
Hifizah Nur yang akrab disapa Fifi itu pun teringat saat ada pengajian di pinggiran Tokyo. Di antara pesertanya, ada beberapa muslimah yang menikah dengan orang Jepang.
Mereka mengeluhkan betapa sulitnya mempertahankan keimanan setelah menikah. Ustaz yang mengisi kajian menjawab dengan memaparkan tiga ayat terakhir dari surat At-Tahriim.
Isinya tentang contoh dua orang perempuan, istri dari Nabi Nuh dan Nabi Luth.
Meskipun diberi karunia berupa jodoh yang sholih, tapi mereka tetap memilih untuk ingkar dan durhaka kepada Allah Subhanahu wa taala.
Lalu, Allah beri contoh juga tentang salah satu tokoh muslimah yang teguh, yaitu Asiah, isteri Fir’aun, yang meskipun menikah dengan seorang diktator, tetap memilih jalan Tuhannya, dan rela dihukum sampai ajal menjemput.
Sang ustaz menekankan, siapapun pasangan kita, yang menentukan jalan kita, adalah diri kita sendiri, bukan pasangan kita.
Dari kisah-kisah dalam Al-qur’an tersebut, bisa terlihat betapa para perempuan itu tetap teguh, tidak terpengaruh dengan suaminya dan memilih jalan masing-masing.
Jadi, tinggal bagaimana kekuatan Sang Isteri, dalam mempertahankan keyakinan dan karakternya dalam rumah tangga tersebut.[ind]