BAGI perempuan muslim, menjalankan ibadah dengan khusyuk tanpa adanya halangan merupakan suatu tantangan tersendiri. Apalagi menjalankan ibadah yang sangat besar pahalanya seperti umroh atau haji.
Bagaimana hukum berniat ihram bagi wanita yang sedang haid? Haid, menjadi alasan kaum perempuan menjadi tidak bisa menjalankan ibadah dengan sebagaimana mestinya. Namun Allah SWT memberikan keringanan akan hal itu.
Sebelum mendiskusikan masalah ini lebih jauh, jemaah haji atau jemaah umroh sebaiknya memiliki pengetahuan tentang perbedaan antara berniat ihram dan berniat ihram dari miqat.
Ini merupakan dua hal yang sama sekali berbeda. Berikut penjelasan singkat terkait perbedaan keduanya.
Pertama, berniat ihram, merupakan salah satu rukun haji atau umrah. Apabila ada jemaah yang tidak berniat ihram, maka ibadah haji atau umrahnya dianggap tidak sah.
Kedua, berniat ihram dari miqat, merupakan salah satu wajib haji atau umrah. Jika ada jemaah yang tidak berniat ihram ketika berada di miqat makani atau sebelumnya, maka ibadahnya tetap dianggap sah selama dia tetap berniat ihram setelah melewati miqat.
Misalnya, ia baru berniat ihram setelah melewati Bir Ali (miqat makani bagi jemaah haji gelombang pertama yang mendarat di Madinah) maupun bandara Jeddah (miqat makani bagi jemaah gelombang kedua yang terbang langsung menuju Jeddah).
Apabila seseorang melewati miqat tersebut tanpa berniat ihram, maka ia diwajibkan membayar dam, karena telah melanggar salah satu wajib haji atau umroh.
Hal ini sesuai dengan keterangan yang terdapat dalam riwayat hadis berikut:
Dari Ibn Abbas bahwa Nabi saw bersabda, “Janganlah kalian melewati miqat kecuali dalam keadaan [telah berniat] ihram.” (HR. al-Thabarani Nomor 12236.)
Ketentuan dalam hadis di atas berlaku bagi setiap jemaah yang melewati miqat makani, baik perempuan maupun laki-laki, belia maupun lanjut usia.
bagaimana dengan jemaah yang mengalami haid ketika hendak berniat ihram. Apakah dia tetap bisa melanjutkan haji atau umrahnya, sementara dia sedang berhadas besar?
Haruskah dia menunda niat ihramnya dan menunggu sampai suci dari haid?
Baca juga : Macam-Macam Ihram Untuk Pelaksanaan Ibadah Haji
Hendak Berniat Ihram, Namun Ternyata Haid? Begini Hukumnya
Menurut para ulama madzhab, kewajiban untuk berniat ihram dari miqat makani berlaku umum untuk semua jemaah haji atau umrah.
Termasuk perempuan yang sedang haid, dia juga wajib berniat ihram sebelum atau ketika berada di miqat makani, sebagaimana juga dilakukan oleh jemaah yang lain.
Menurut Imam as-Syafi’i, tidak ada larangan bagi perempuan haid untuk berihram. Bahkan ihram yang dia niatkan tetap dianggap sah sekalipun sedang dalam kondisi haid.
Dia juga tidak diharuskan membayar fidyah apapun karena telah berihram dalam keadaan haid. Mengingat suci dari hadas kecil maupun besar tidak menjadi syarat sah ihram.
Hal ini didasarkan pada sebuah riwayat hadits sebagai berikut:
Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw bersabda, “Apabila perempuan yang haid dan nifas tiba di miqat, [hendaklah] dia mandi, berniat ihram, dan menunaikan semua rangkaian manasik kecuali thawaf di Ka’bah.” (HR. Abu Dawud No. 1744.)
Dari riwayat hadis di atas dapat dipahami bahwa perempuan yang sedang haid atau nifas boleh dan sah melakukan seluruh rangkaian ibadah haji atau umrah, termasuk berihram ketika berada di miqat makani.
Jemaah yang sedang haid hanya dilarang melakukan thawaf dan sholat-sholat sunah yang dianjurkan dalam rangkaian manasik, seperti sholat sunah setelah ihram atau sholat sunah di belakang Maqam Ibrahim seusai melaksanakan thawaf.
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kebolehan perempuan haid untuk berihram. Namun sekalipun ihram boleh dilakukan dalam kondisi berhadas kecil maupun besar, sebaiknya jemaah yang tidak sedang haid melakukan ihram dalam kondisi thaharah (memiliki wudhu).
Memang ada pendapat ulama yang menyebutkan, perempuan yang merasa haidnya akan segera berakhir dianjurkan untuk menunda ihramnya sampai suci.
Alasannya, berihram dalam kondisi suci dari hadas adalah lebih baik dan hukumnya sunah.
Namun hal ini tentu tidak mungkin diterapkan jemaah haji Indonesia. Setiap orang terikat dalam satu kesatuan regu maupun rombongan jemaah yang telah ditetapkan Pemerintah Indonesia.
Peraturan ini tidak lain bertujuan untuk memberikan pelayanan dan pelindungan maksimal bagi jemaah.
Jika ada seorang jemaah yang ingin menunggu haidnya suci terlebih dahulu ketika akan berihram, tentu hal tersebut akan mengganggu jadwal perjalanan yang telah diatur sedemikian rupa.
Oleh karena itu, jika ada seseorang yang mengalami haid pada saat berada di miqat makani, hendaklah tetap berniat ihram. Ihram yang ia lakukan tetap sah, karena suci dari hadas kecil maupun besar tidak menjadi syarat sah ihram. [MRR / Buku Manasik Haji Perempuan, Penerbit Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah]