LEBIH berat mana sih, beban di saat naik tangga atau di saat turun? Sebagian besar kita mungkin akan menjawabnya di saat turun.
Seorang ibu paruh baya sudah akrab dengan naik dan turun tangga. Setiap hari saat menuju tempat dagangnya, ia akan menapaki sejumlah anak tangga. Begitu pun di saat turunnya.
Ketika ditanya, “Lebih berat mana, saat ibu naik atau turun?” Sang ibu spontan menjawab, “Ya lebih berat naiknya.”
Itulah mengapa tidak sedikit orang yang lebih memilih naik lift atau menggunakan escalator saat naik, dan menggunakan tangga biasa di saat turun.
Menurutnya, persis sama dengan apa yang dilontarkan sang ibu paruh baya tadi.
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa pada saat naik tangga, otot lutut menopang 40 persen berat tubuh kita. Lalu pada saat turun?
Nah, pada saat turun otot lutut menopang sebanyak 80 persen berat tubuh kita. Artinya, lebih berat saat turun daripada saat naik. Bahkan besarnya dua kali lipat.
**
Hal yang sama boleh jadi akan dirasakan saat naik dan turun jabatan. Ketika naik jabatan, beban yang dialami lebih ringan daripada saat turun jabatan.
Jarang ditemukan orang mengalami stress saat naik jabatan. Tapi saat turun jabatan, akan muncul apa yang disebut dengan post power syndrome.
Yaitu, sindrom yang dialami oleh orang yang masih merasa menjabat, padahal sudah tidak lagi menjabat. Seolah-olah jiwanya tidak terima dengan kenyataan bahwa dirinya bukan lagi sebagai pejabat.
Berbeda dengan mereka yang memiliki sudut pandang bahwa jabatan adalah amanah. Maka, momen tercopotnya jabatan akan menjadi hal yang paling menggembirakan. Karena ia merasa terbebas dari amanah yang membebaninya.
Sebuah amanah yang tidak hanya dipertanggungjawabkan di dunia, tapi juga di akhirat: di hadapan Allah subhanahu wata’ala.
Karena itu, jangan begitu gembira menaiki tangga jabatan, dan jangan merasa kehilangan saat turun jabatan. Karena tidak ada yang lebih berat dalam hidup ini selain menunaikan amanah untuk orang banyak. [Mh]