MUSLIM itu saling bersaudara. Tidak boleh menzalimi, tidak boleh merendahkan, tidak juga mendustai.
Ujian ukhuwah atau persadaraan sesama muslim selalu ada. Ujian ini bisa menjadi ukuran sejauh mana resapan iman dan takwa dalam hati kita.
Bahkan di masa para sahabat Nabi sekali pun. Ada seseorang yang ‘bercanda’ dengan Bilal bin Rabah. Orang itu memanggil Bilal dengan, “Wahai anak hitam.”
Meski bercanda, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meresponnya dengan serius. Nabi mengatakan, “Jika kalian dipimpin oleh seorang budak, maka taatilah.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Cukuplah seseorang berdosa jika ia menghina saudaranya yang muslim.”
Islam mengajarkan bahwa kemuliaan seseorang di sisi Allah itu bukan pada fisiknya. Bukan juga keturunannya. Bukan juga harta dan status sosialnya. Tapi ada pada takwanya.
Dan tidak karena alasan keadaan fisik, seorang muslim tidak bisa saling bersaudara. Tidak juga alasan suku dan lainnya. Selama dia seorang muslim, dia adalah saudara kita.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jangan kalian saling mendengki, jangan saling menyakiti, jangan saling benci, jangan saling membelakangi, dan jangan menjual di atas jualan saudaranya.
“Jadilah hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim saudara untuk muslim lainnya. Karenanya, tidak boleh menzalimi, membelakangi, mendustai, dan menghina. Takwa itu di sini! (beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali.” (HR. Muslim)
Boleh jadi ada sebab lain yang melatarbelakangi cederanya ukhuwah. Seperti berselisih pendapat, konflik dalam bermuamalah, dan lainnya.
Islam juga mengajarkan perlunya pihak ketiga yang berperan untuk mendamaikan dua pihak yang berselisih: fa ashlihuu baina akhawaikum. Maka damaikanlah antara kedua saudaramu.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat Rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)
Kehadiran pihak ketiga diperlukan untuk menghadirkan objektivitas dari yang diperselisihkan. Karena biasanya, masing-masing pihak yang berselisih akan larut dalam ego masing-masing.
Selain objektivitas, kehadiran pihak ketiga juga bisa ‘menyetrum’ energi baru tentang pentingnya ukhuwah. Bahwa, tidak ada yang lebih bernilai dari nilai ukhuwah di sisi Allah subhanahu wata’ala.
Karena mengutamakan ukhuwah atau persaudaraan juga menjadi pertanda tingginya ketakwaan seseorang.
Jadi, maafkanlah kekhilafan atau kesalahan saudara kita. Sebagaimana kita berharap Allah subhanahu wata’ala memaafkan kesalahan kita yang begitu banyak. [Mh]