Tamu itu mulia dan harus dimuliakan. Begitu pun tuan rumah yang juga harus dimuliakan.
Islam mengajarkan segala hal termasuk soal tamu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan bahwa penghormatan terhadap tamu menunjukkan tingkat keimanan seseorang, kepada Allah dan hari Akhir.
Keimanan kepada Allah menunjukkan bahwa menghormati tamu jangan takut rugi. Karena yang kita miliki pemberian dari Allah dan akan Allah ganti dengan yang lebih baik.
Orang yang pelit atau setidak-tidaknya menghitung untung rugi ketika melayani tamu, berarti tidak yakin bahwa Allah Maha Kaya dan akan membalas kebaikan hamba-Nya.
Kisah Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu yang melayani tamu Rasulullah menjadi contoh. Ia bukan orang yang banyak uang. Bahkan jatah makan pun sudah pas-pasan.
Namun, hal itu tidak menghalanginya untuk menghormati tamu. Biarlah ia dan keluarganya tidak makan, asal sang tamu bisa makan dengan kenyang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa Allah subhanahu wata’ala memuji secara khusus apa yang dilakukan Abu Thalhah dan keluarganya.
Teladan mulia juga ditunjukkan Nabi Ibrahim alaihissalam ketika melayani dua tamu yang tidak ia kenal. Nabi Ibrahim dan istrinya menyembelih hewan ternaknya, memasaknya, dan menghidangkannya. Ia tidak tahu bahwa tamu yang datang itu adalah malaikat yang menyampaikan pesan dari Allah.
Nabi Ibrahim tidak mengenal sang tamu, tapi tidak sedikit pun ia mengurangi pemuliaan terhadap mereka.
Namun, penghormatan terhadap tamu baiknya tidak searah. Tamu pun harus menghormati tuan rumah.
Penghormatan tamu terhadap tuan rumah antara lain tidak nyelonong masuk rumah sebelum dipersilahkan, tidak memilih tempat duduk kecuali yang ditentukan tuan rumah, dan tidak berlama-lama.
Tamu yang baik tidak perlu menunggu isyarat atau tanda-tanda yang menunjukkan bahwa tuan rumah merasa cukup dengan waktu kunjungan tamunya. Langsung ke urusan inti dan tidak perlu merepotkan tuan rumah dengan curhatan pribadinya.
Meskipun tuan rumah yang baik juga tidak akan mengkondisikan suasana perjamuan itu seperti pertemuan pejabat dengan bawahannya. Yang hanya merespon dengan ucapan ‘ya’ atau ‘tidak’.
Jadikanlah momen pertemuan tamu dan tuan rumah sebagai ajang adu kepekaan antara keduanya. Tuan rumah menghormati tamunya, dan tamu memaklumi keadaan tuan rumahnya. [Mh]