ADA mentalitas yang baik, dan ada yang buruk. Ambil yang baik dan buang jauh-jauh yang buruk.
Entah hinggap dari mana, tanpa terasa, kita tiba-tiba memiliki mentalitas yang buruk. Jika ‘diterima’ dengan baik, hal buruk itu akan terus hinggap lama. Bahkan mungkin bisa seumur hidup.
Tiga mentalitas buruk ini sebaiknya diwaspadai. Jangan sampai ada yang betah berlama-lama hidup bersama kita.
Satu, Mentalitas Tangan di Bawah.
Istilah ‘tangan di bawah’ menunjukkan posisi seseorang yang menerima pemberian. Sebaliknya ‘tangan di atas’ menunjukkan yang memberi.
Coba resapi apa yang lebih kita senangi: apakah ‘tangan di atas’ atau ‘tangan di bawah’.
Jika yang lebih kita sukai sikap ‘tangan di bawah’, maka ini pertanda ada yang salah dengan mentalitas kita. Karena kita terkungkung dalam kenyamanan menerima daripada memberi.
Mentalitas ini berlawanan dengan perintah agama. Allah subhanahu wata’ala menjanjikan pahala besar dan kemudahan hidup untuk mereka yang suka memberi. Sebaliknya, akan ada kesempitan hidup untuk mereka yang suka menerima.
Karena itu, buang jauh-jauh jika mentalitas buruk ini dirasakan ada dalam diri kita. Yaitu dengan cara memaksakan diri untuk selalu memberi, meskipun dengan sesuatu yang tidak seberapa.
Dua, Mentalitas Menikmati Bayang-bayang.
Bayang-bayang ada karena ada benda yang mendahuluinya. Begitu pun kita, akan ada bayang-bayang masa lalu yang selalu mengikuti jejak kita selanjutnya.
Ada dua jenis bayangan masa lalu. Ada bayangan yang baik dan ada yang buruk. Dua-duanya sebenarnya bisa memberikan hikmah atau pelajaran.
Tapi, buat sebagian orang, bayangan masa lalu justru memberikan dampak negatif. Jika bayangannya baik, ia selalu terbuai dengan setback memori indah di masa lalu. Sehingga, susah menerima kenyataan di masa kini.
Begitu pun dengan bayangan yang buruk, memori ini mengungkungnya pada traumatis yang tak berkesudahan. Seolah-olah, apa pun langkah yang akan ia ambil akan bernasib sama dengan pengalaman buruk masa lalu.
Allah subhanahu wata’ala meminta kita untuk bertakwa dan meletakkan pandangan kita untuk hari esok. Bukan terkungkung dengan masa lalu.
Karena dengan cara itulah kita sedang memupuk harapan. Dan cara itu pula, ada semangat hidup untuk meraih yang lebih baik. Termasuk untuk kehidupan akhirat.
Tiga, Jalan Bebek.
Bebek menunjukkan karakter yang sangat ‘penurut’. Ia selalu bingung melangkah jika tidak ada yang mempelopori kemana akan melangkah. Dan kalau sudah ikutan, nurani dan kecerdasannya seperti larut dalam langkah ikut-ikutannya itu.
Begitu pun dalam mentalitas kita. Orang menyebutnya mentalitas ‘membebek’. Artinya, hanya sekadar ikut-ikutan kemana arus bergerak. Padahal tidak semua arus menuju arah yang baik.
Sekiranya founding parent bangsa ini bermental ‘membebek’, maka tidak akan ada momen kemerdekaan. Seandainya para cendekiawan selalu ‘membebek’, tidak akan ada temuan-temuan baru yang akan memudahkan cara hidup ini.
Selain itu, kelak, Allah subhanahu wata’ala akan menanyakan tentang amal individu kita. Bukan tentang amal kelompok kita.
Namun jangan salah, tidak semua yang berkelompok itu buruk. Begitu banyak kehidupan berkelompok yang sangat baik. Dan kehidupan berkelompok juga merupakan bagian dari ajaran Islam.
Hanya dalam hal yang buruk saja kita harus bersikap untuk tidak ‘membebek’. Meskipun akan ada hujatan dan celaan. [Mh]