ChanelMuslim.com – Bunda, di manakah aku di hatimu? Berawal dari kisah seorang anak cerdas dan mandiri. Ketika Ia berada di kelas 1 SD, Anwar tak pernah beralih dari peringkat pertama di kelasnya.
Tak hanya cerdas dan kreatif dari segi akademis, Anwar pun cerdas secara spiritual, psikis dan emosional.
Bagaikan seorang pangeran yang mengenyam pendidikan di istana, Anwar adalah anak yang nyaris sempurna dengan segala prestasi dan akhlaq baik.
Namun perubahan drastis terjadi ketika ia berada di kelas 3 SD. Wajah yang biasa tersenyum cerah saat memasuki sekolah, berubah masam. Bandanya tak lagi tegak, tubuhnya merunduk menatap ke bawah.
Kini ia tak lagi berada di peringkat pertama di kelasnya lagi. Bukan karena saingan bertambah berat, akan tetapi prestasinya menurun tajam. Jangankan bermain futsal, bahkan keluar kelas pun sangat jarang dilakukan.
Anwar kini berubah menjadi sangat aktif, tak jarang teman-temanya dibuat menangis. Dia pun pernah mengambil mainan temannya. Anwar yang selalu pergi ke masjid sekolah saat adzan, tak lagi dilakukan. Ia lebih senang bermain.
Entah kenapa, hari itu aku ingin sekali mengecek tas anak-anak murid, apakah mereka membawa mainan atau tidak.
Namun aku terhenyak, ketika menemukan sesuatu yang lain. Secarik kertas yang membuatku terkejut bagai terkena kejutan listrik berskala besar. Dari secarik kertas itu, aku tahu kenapa anakku berubah.
Baca Juga: Ayah Bunda, Penuhilah Hak Anak
Bunda, Dimanakah Aku di Hatimu?
“Bunda, di manakah aku di hatimu? Setiap pagi kau bangun dari tidurmu, pergi ke kantor tanpa pernah melihatku bangun dari tidurku, tidakkah kau lelah?
Selama ini aku selalu mendapatkan nilai bagus, aku juga selalu rangking pertama di kelas, tapi tak pernah satupun keluar dari mulutmu bahwa kau bangga dengan prestasiku.
Hingga akhirnya aku mencoba untuk menurunkan prestasiku. Dan sudah beberapa surat dari sekolah yang kuberikan padamu. Tapi kau tak pernah berkata apa-apa.
Sebenarnya adakah aku di hatimu?!
Akhirnya aku memutuskan bahwa besok aku akan jadi anak yang sangat nakal dan bodoh supaya bunda bisa memperhatikanku.”
***
Begitulah isi surat tersebut dan akhirnya aku tahu kenapa ia berubah.[ind]
Saduran Buku: Anakku Bukan Milikku
Author: Fifi P. Jubilea (Conceptor & Trainer for Teachers – Jakarta Islamic School)