SEMUT tergolong serangga sosial. Hidupnya berkelompok dalam ikatan sosial. Semut juga mengajarkan manusia tentang bagaimana menghargai nikmat Allah.
Apa yang terbayang tentang semut selain hidup berkelompoknya? Di mana ada serpihan makanan bekas manusia, di situ semut berkumpul.
Menariknya, semut mengerumuni makanan sisa itu bukan untuk kepentingan masing-masing individu. Bukan sedang saling berebut untuk dimakan sendiri. Tapi untuk diangkut ke rumah besar mereka.
Nah di rumah besar semut itulah, makanan akan ‘diolah’ untuk kepentingan koloni atau keluarga besar semut.
Bisa dikatakan, Allah menciptakan semut untuk meniadakan kemubaziran dari kelalaian manusia. Meskipun itu makanan atau minuman sisa, tapi tetap itu nikmat Allah yang harus dihargai. Ada nilainya.
Karena itu, jangan membunuh semut. Mereka mungkin tampak mengganggu, tapi sebenarnya mereka sedang bekerja untuk ‘membersihkan’ rezeki yang terbuang oleh manusia.
Bayangkan dunia ini tanpa semut, maka bumi akan penuh dengan makanan sisa yang membusuk.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang membunuh semut, selain ada beberapa hewan lain yang juga dilarang dibunuh, seperti kodok, lebah, dan lainnya.
Semut juga menjadi salah satu nama Surah dalam Al-Qur’an. Yaitu, An-Naml, Surah yang ke-27. Disebut Surah An-Naml karena pada ayat ke-18 dan 19, Allah subhanahu wata’ala mengisahkan tentang semut dan Nabi Sulaiman.
“Hingga ketika mereka (pasukan Nabi Sulaiman) tiba di lembah semut, berkatalah seekor (raja) semut, ‘Wahai semut-semut, masuklah kedalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (QS. An-Naml: 18)
Menariknya, ucapan raja semut itu bisa didengar dan dipahami oleh Nabi Sulaiman. Sehingga, Nabi Sulaiman pun mengucapkan rasa syukur kepada Allah sembari memerintahkan pasukannya untuk berhenti sejenak untuk memberi jalan buat kelompok semut yang lewat.
Meskipun tubuhnya sangat kecil, inilah makhluk mulia yang mengajarkan kita tentang bagaimana menghargai rezeki Allah.
Mungkin saja, serpihak-serpihan makanan yang terbuang itu tidak berarti apa-apa oleh manusia. Tapi bagi semut, rezeki itu tidak boleh terbuang sia-sia begitu saja. Karena hal itu bisa jatuh dalam kemubaziran.
Mari belajar menghargai nikmat Allah meskipun itu sangat sedikit. Dan kita mendapat pelajaran berharga itu dari makhluk Allah yang sangat kecil dan tampak tak berdaya, yaitu semut. [Mh]