KDRT bisa terjadi rumah siapa saja. Seperti halnya marah yang bisa dilakukan siapa saja, KDRT pun bisa terjadi di rumah kita.
Tak satu pun dari pasangan suami istri yang pernah membayangkan akan terjadi KDRT di rumahnya. Karena ikatan mereka adalah cinta. Dan, cinta tak mengenal hal-hal yang menyakitkan, apalagi KDRT.
Masalahnya, bagaimana jika akhirnya hal itu terjadi. Apa yang salah dari keadaan rumah kita?
Bisa karena Bahaya Laten
Tentang bahaya laten, kita sering mengidentikkan dengan komunis. Artinya, bahaya yang bisa muncul kapan saja karena sumbernya tidak terlihat, tapi ada di antara kita.
Ketika menikah, suami atau istri hanya mengenal sebatas beberapa waktu terakhir. Bisa tahun, bulan, bahkan hari. Jadi, tidak mungkin mengenal jauh masa lalu pasangan.
Kekerasan atau cara berpikir dengan kekerasan seseorang bisa diperoleh ketika masa kecil. Dan itu mereka dapatkan dari lingkungan terdekat.
Mungkin dari ayah ibu mereka. Bisa juga dari kakak, paman, kerabat, atau tetangga dekat. Seseorang yang terbiasa mengalami kekerasan, baik sebagai korban atau saksi, akan kena pengaruh langsung maupun tidak.
Salah satu pengaruh yang tidak langsung adalah terbentuknya pola pikir atau menganggap hal biasa tentang kekerasan. Seolah terbentuk kesadaran bahwa kekerasan bisa menjadi solusi.
Dan ketika alam bawah sadarnya muncul, ‘penyakit’ ini bisa kambuh kapan dan di mana saja. Termasuk di rumahnya sendiri, dan terhadap pasangan yang selama ini ia cintai.
Ubah Mindset dan Latih Emosi
Kekerasan itu tidak akan menyelesaikan masalah. Kecuali kekerasan yang dibolehkan agama, misalnya dalam pertahanan diri atau peperangan.
Sementara kekerasan untuk orang-orang terdekat, perilaku itu menunjukkan bahwa orang itu picik atau penakut. Sudahi sifat buruk itu dan ubah mindset bahwa cerdas dan kuat itu ada dalam sabar dan bijak.
Untuk yang terlanjur memiliki sifat bawaan ini, harus sesering mungkin melatih diri. Misalnya, berlatih untuk mampu menahan emosi. Bisa dengan menarik nafas panjang, wudhu, membaca ta’awuz, istigfar, dan lainnya.
Kalau pun emosi marah tetap tak bisa ditahan, paksakan diri untuk tidak melakukan apa pun. Mulai dari lisan, apalagi kaki dan tangan. Ubah posisi tubuh menjadi duduk atau berbaring.
Untuk sesaat, ada baiknya untuk meninggalkan lokasi atau objek yang membuat marah. Hal ini agar aliran emosi bisa beralih ke kesadaran baru yang rasional.
Misalnya, akhirnya menyadari betapa baiknya orang yang akan dimarahi. Apakah itu suami atau istri, termasuk juga anak.
Hindari budaya kekerasan di rumah termasuk dalam memberikan hukuman. Islam memang membolehkan memukul untuk yang melakukan pelanggaran hukum Islam, terhadap istri atau anak.
Namun, hal itu bukan untuk menyakitkan. Meskipun dibolehkan memukul untuk menghukum, tapi pukulan yang dilakukan di bagian yang aman seperti kaki atau tangan. Dan itu pun dilakukan seaman mungkin dan dalam pelanggaran yang sangat berat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya mukmin yang sempurna imannya adalah mereka yang baik akhlaknya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya terhadap istri mereka.” [Mh]