DUNIA bukan sekadar panggung sandiwara. Tapi, tempat di mana kebaikan dan keburukan dipertemukan untuk bertarung.
Allah subhanahu wata’ala menciptakan malaikat dan setan. Allah juga menurunkan para Nabi dan Rasul untuk menjelaskan mana yang baik dan buruk.
Dalam melaksanakan tugasnya, para Nabi dan Rasul pun tidak mendapat sambutan yang ‘mulus-mulus’ saja. Tapi harus menghadapi perlawanan dari pendukung keburukan. Bahkan ada Nabi yang wafat dalam tugas ini.
Pertanyaannya, kenapa Allah menciptakan kebaikan dan keburukan di waktu dan tempat yang sama. Jawaban sederhananya: agar kebaikan dan keburukan itu bertarung.
Di situlah Islam mengenalkan umatnya tentang pahala syahid, sebuah kematian yang menjadi pahala tertinggi. Jaminannya surga.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa’alaihi wasallam bersabda bahwa sehari semalam berjaga di momen jihad, pahalanya lebih baik dari dari puasa dan shalat malam selama satu bulan. (HR. Muslim)
Kalau nilai pahala berjaga sehari semalam saja sangat luar biasa, apalagi jika seluruh hidupnya diniatkan untuk berjuang melawan keburukan.
Jadi, Allah subhanahu wata’ala memberikan kita hidayah tentang kebaikan, bukan untuk mengucilkan diri dari dunia ‘pertarungan’ kebaikan dan keburukan.
Sekiranya itu yang diajarkan Islam, Nabi hanya akan mengajarkan umatnya untuk hijrah dan hijrah saja. Tanpa ada jihad. Tanpa ada pertarungan antara kebaikan dan keburukan.
Faktanya, Nabi mengajarkan apa yang Allah sampaikan dalam firman-Nya, “Dan orang-orang yang beriman setelah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka mereka termasuk golonganmu….” (QS. Al-Anfaal: 75)
Jadi, bukan hanya iman dan hijrah saja yang diajarkan Nabi. Melainkan juga jihad. Dan jihad adalah makna lain dari pertarungan antara kebaikan dan keburukan, antara haq dan batil. Meskipun tidak selalu berarti perang.
Pertarungan memiliki ragam arena. Ada arena ekonomi, prestasi pendidikan, seni dan budaya, politik, media massa, desain busana, dan lainnya.
Sekali lagi, Allah menyinari hati kita dengan hidayahNya, bukan untuk diisolasi dalam ruang-ruang ‘suci’ tanpa ada konflik dan pertarungan.
Bukan itu, tapi untuk ‘liyuzhirohu ‘alad diiini kullih’: untuk memenangkannya atas segala agama.
Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar untuk memenangkannya di atas segala agama meksipun orang-orang musyrik membencinya.” (QS. 61: 9)
Jadi, jangan anggap diri kita suci sebelum berada di arena pertarungan itu. Karena suci yang sebenarnya bukan berasyik-asyik di karpet masjid yang tebal dan harum. Melainkan di arena pertarungan yang penuh konflik dan tipu daya. [Mh]