KEDUDUKAN seorang ibu dalam Islam sangat dimuliakan. Para ulama seringkali membahasnya tak terkecuali Syaik Yusuf Al-Qaradhawi rahimahullah. Meskipun beliau banyak dikenal sebagai ulama ahli fiqih kontemporer namun beliau tidak luput membicarakan isu peradaban termasuk wanita sebagai seorang ibu.
Dalam kitab Syaikh Al-Qaradhawi yang berjudul Markazu al-Marah fi al-Hayati al-Islamiyyah ia mengatakan bahwa tidak pernah ada dalam sejarah sebuah agama atau sebuah sistem yang menghormati wanita sebagai seorang ibu dan mengangkat harkatnya sebaik Islam.
Baca Juga: Foto Kebersamaan Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi, M. Natsir dan Buya Hamka
Kedudukan Seorang Ibu Menurut Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi
Menurutnya Islam sangat menghormati wanita dan perintah ini turun langsung setelah turunnya perintah untuk menyembah dan percaya kepada ketauhidan Allah.
وَإِذْ قَالَ لُقْمَٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ
Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Kemulian seorang ibu ini juga ditunjukkan dalam syariat Islam tentang perang. Seseorang harus terlebih dahulu mendapat restu dari ibunya, sebagaimana diceritakan dalam sebuah riwayat bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah.
Lalu laki-laki tersebut berkata, “Ya Rasulullah! Saya ingin ikut berperang dan saya meminta nasihat dari Anda.”
Beliau bertanya, “Apakah kamu masih punya seorang ibu?” Pria itu menjawab, “Ya”
Beliau berkata, “Jangan tinggalkan dia karena surga berada di bawah telapak kakinya.”
Syaikh Al-Qaradhawi juga menyebutkan dalama kitabnya tersebut tentang wanita yang diangkat kedudukannya di dalam Al-Qur’an karena perannya sebagai seorang ibu.
Seperti ibunya Nabi Musa ‘alayhissalam, yang mendapat ilham dari Allah untuk menghanyutkan bayi Musa ke sungai agar ia terlindungi dari kejahatan Fir’aun.
Ia percaya pada janji-janji Allah saat ia bernazar kepada-Nya untuk menjadikan bayi yang di dalam kandungannya saat itu hamba yang shalih dan berkhidmat pada Baitul Maqdis. (Lihat surah Ali-Imrah ayat 35)
Demikian pula ibunya Maryam yang telah bernazar atas janin yang ada di dalam kandungannya menjadi seseorang yang setia kepada Allah dan disucikan dari penyembahan apapun selain kepada Allah.
Ketika dia melahirkan seorang bayi perempuan, Maryam, yang sebenarnya tidak diharapkannya, namun tidak membuatnya mengingkari nazarnya. Ia justru memohon kepada Allah untuk melindungi anaknya itu dari kejahatan iblis. (Lihat Ali-Imran ayat 36)
Demikianlah Islam memuliakan wanita sebagai hak yang pantas mereka peroleh karena tugas-tugasnya dalam keluarga. [Ln]