KONDISI masyarakat sebelum Nuh diutus atau diangkat menjadi nabi dan rasul mengalami penyimpangan dalam hal peribadatan kepada Allah.
Mereka menyembah patung-patung yang dibuat oleh moyang mereka. Padahal awal pembuatan patung-patung itu sebelumnya hanya untuk menjadi pengingat agar gait beribadah.
Patung-patung yang disembah dulunya adalah orang-orang shalih yang dikenang dan dijadikan teladan. Mereka adalah muslim yang taat.
Baca Juga: Kisah Nabi Musa Tak Sengaja Membunuh Seseorang
Kondisi Masyarakat Sebelum Nabi Nuh Diutus
Mereka hidup antara masa Nabi Adam dan Nabi Nuh yaitu sekitar sepuluh kurun atau sepuluh generasi. Pada kurun tersebut masyarakat berada dalam naungan keimanan.
Namun setelah kurun waktu tersebut berlalu, terjadi penyelewengan oleh generasi-generasi selanjutnya.
Dalam surah Nuh ayat 23 yang berbunyi:
وَقَالُوا۟ لَا تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr.”
Ayat di atas menunjukkan perkataan mereka atas penyembahan patung-patung yang dibuat nenek moyang mereka.
Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini berkata, “Nama-nama itu sebenarnya berasal dari nama orang-orang shalih pada zamannya.
Namun, setelah mereka meninggal dunia setan membisikkan kepada kaum mereka untuk membuat patung-patung di majelis tempat mereka beribadah dan dinamai dengan nama-nama mereka.
Hal ini dilakukan untuk mengingat kaum tersebut atas keshalihan mereka.
Lalu merekapun membuatnya, meski ketika itu mereka membuatnya bukan untuk disembah.
Namun, pada akhirnya para pembuat patung itu juga meninggal dunia, masa merekapun berlalu, dan ilmu tauhid telah berangsur punah.
Patung-patung itu akhirnya dijadikan sesembahan oleh orang-orang yang hidup setelah mereka.”
Patung yang bernama Wadd, sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, adalah seorang muslim dan dicintai kaumnya.
Ketika ia meninggal dunia, kaumnya berbondong-bondong mendatangi makamnya di Babilonia serta menangisi kepergiannya.
Lalu datang iblis berwujud manusia mengatakan pada rombongan orang yang sedang meratapi kepergian Wadd,
“Aku sungguh prihatin ata kesedihan kalian setelah ditinggal pergi oleh orang ini. Oleh karena itu, apakah kalian bersedia jika aku buatkan patung seperti dirinya dan diletakkan di tempat kalian berkumpul agar kalian dapat mengingatnya?”
Merekapun bersedia, dan menjadikan patung tersebut sebagai pengingat keshalihan dan ketaatan Wadd.
Tidak berhenti sampai di sana, iblis berwujud manusia tersebut kembali menawarkan suatu hal kepada mereka,
“Apakah kalian bersedia jika aku buatkan patung-patung yang sama untuk diletakkan di rumah kalian masing-masing agar kalian dapat mengingatnya setiap kalian sedang di rumah?”
Mereka kembali menjawab, “Tentu saja.”
Patung-patung tersebut awalnya tidak mereka sembah namun hanya untuk mengingatkan keshalihan Wadd. Mereka juga mengajarkannya kepada anak-anak mereka untuk berzikir dan taat seperti Wadd.
Akan tetapi setelah mereka dan anak-anak mereka meninggal, datanglah generasi yang menganggap bahwa patung-patung tersebut tuhan untuk disembah dan dimintai segala pertolongan.
Demikianlah awal mula penyimpangan tauhid terjadi sebelum Nabi Nuh diutus. [Ln]