KETIKA menguji sahabat sejati, kesimpulannya selalu indah, “Hmm, sudah kuduga”. Seperti yang ditulis oleh Salim A. Fillah, pada 9 September 2016.
Adalah Sayyidina ‘Umar ibn Al Khaththab suatu hari memanggil salah satu pembantunya.
“Bawa uang ini kepada Abu ‘Ubaidah, dan tinggallah sejenak untuk melihat apa yang diperbuatnya dengan 4.000 dirham ini.”
Maka sesampainya di kediaman Sang Amin Hadzihil Ummah, berkatalah sang utusan,
“Amirul Mukminin mengirimkan hadiah ini kepadamu, pergunakanlah sesukamu untuk segala keperluanmu.”
“Semoga Allah melimpahi Amirul Mukminin dengan kasih sayang-Nya, dan membalasnya dengan kebaikan yang berlipat-lipat,” ujar tuan rumah dengan sumringah.
Segera dipanggilnya seorang sahaya, “Kemarilah, bantu aku membagi-bagikan ini semua.”
Hanya sepeminum teh kemudian, utusan Sang Khalifah menyaksikan bahwa seluruh uang hadiah itu telah berpindah tangan kepada para faqir, miskin, yatim, dan rupa-rupa dhu’afa, tanpa sisa.
Maka dengan mantap dia kembali dan melapor pada tuannya.
Baca Juga: Nikmatnya Bersahabat dengan Orang Soleh
Ketika Menguji Sahabat Sejati
Sayyidina ‘Umar menyembunyikan titik bening dan rasa basah di matanya sambil memberi perintah baru,
“Sekarang bawa kantong ini pada Mu’adz ibn Jabal, lalu amati pula apa yang dilakukannya dengan uang hadiahku!”
Maka pergilah dia pada salah seorang Mahaguru Quran dari Madinah itu.
Dia juga menyaksikan Mu’adz mendoakan Sang Khalifah dan melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Abu ‘Ubaidah.
Hanya di akhir, muncullah istri Mu’adz yang dengan tersipu berkata, “Aku juga termasuk orang miskin.”
Sang suami tersenyum padanya dan berkata, “Kalau begitu kemarilah, ini ada dua dirham untuk kita.”
Sang utusan berbalik dan melaporkan semua itu kepada Al Faruq, dan lelaki tinggi besar itu kian kesulitan menyembunyikan bulir-bulir keharuan yang menggenangi matanya.
Dengan gemetar, dia ulurkan bungkusan ketiga dan berkata, “Sekarang, antar yang ini kepada Sa’d ibn Abi Waqqash.”
Sejurus kemudian sang utusan telah kembali lagi untuk mempersaksikan bahwa Sa’d ibn Abi Waqqash melakukan hal yang tak berbeda dengan dua orang sahabat sebelumnya.
Maka ‘Umar pun menyungkur bersujud syukur sambil berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah membenarkan segala prasangka baikku kepada sahabat-sahabatku.”
Inilah jika kita menguji sahabat sejati, kesimpulan indahnya selalu, “Hmm, sudah kuduga.”[ind]