Makna Isra Mi’raj Oleh: Farid Nu’man Hasan
Chanelmuslim.com-Isra’ artinya perjalanan dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa pada malam hari.
Hal ini sesuai ayat:
Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. Al Isra (17): 1)
Mi’raj artinya perjalanan naiknya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari Masjidil Al Aqsa ke Sidratul Muntaha di langit ke tujuh. Hal ini sesuai dengan ayat:
Dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya Dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (QS. An Najm (53): 13-18)
Baca Juga: Perjalanan Isra Miraj Nabi Muhammad
Makna Isra Mi’raj
Kapan Peristiwanya?
Tidak ada kesepakatan para ulama hadits dan para sejarawan muslim tentang kapan peristiwa ini terjadi, ada yang menyebutnya Rajab, dikatakan Rabiul Akhir, dan dikatakan pula Ramadhan atau Syawal. (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 7/242-243)
Imam Ibnu Hazm mengatakan terjadinya pada bulan Rajab, di tahun ke-12 kenabian. Sementara Imam Al Hafizh Abdul Ghani Al Maqdisi mengatakan terjadinya pada malam 27 Rajab. (Al Quran Al Karim wa Tafsiruhu, 5/429)
Imam Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, bahwa banyak ulama yang melemahkan pendapat bahwa peristiwa Isra terjadi pada bulan Rajab, sedangkan Ibrahim Al Harbi dan lainnya mengatakan itu terjadi pada Rabi’ul Awal. (Ibid Hal. 95).
Beliau (Imam Ibnu Rajab) juga berkata:
“Telah diriwayatkan bahwa pada bulan Rajab banyak terjadi peristiwa agung dan itu tidak ada yang shahih satu pun. Diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dilahirkan pada awal malam bulan itu, dan dia diutus pada malam 27-nya, ada juga yang mengatakan pada malam ke-25, ini pun tak ada yang shahih. Diriwayatkan pula dengan sanad yang tidak shahih dari Al Qasim bin Muhammad bahwa peristiwa Isra-nya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terjadi pada malam ke-27 Rajab, dan ini diingkari oleh Ibrahim Al Harbi dan lainnya.” (Lathaif Al Ma’arif Hlm. 121. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Sementara, Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani mengutip dari Ibnu Dihyah, bahwa: “Hal itu adalah dusta.” (Tabyinul ‘Ajab hlm. 6). Imam Ibnu Taimiyah juga menyatakan peristiwa Isra’ Mi’raj tidak diketahui secara pasti, baik tanggal, bulan, dan semua riwayat tentang ini terputus dan berbeda-beda.
Ruh dan jasad, atau ruh saja?
Mayoritas Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini bahwa perjalanan Isra Mi’raj yang dialami Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah ruh dan jasad sekaligus. Hal ini berdasarkan nash ayat:
Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha (QS. Al Isra: 1)
Kata bi’abdihi – hamba-Nya, menunjukkan perjalanan tersebut adalah ruh dan jasad sekaligus, sebab seseorang dikatakan ‘abdu (hamba) jika terdapat unsur keduanya.
Inilah pendapat Ibnu Abbas, Jabir, Anas, Khudzaifah, Umar, Abu Hurairah, Malik bin Sha`sha`ah, Abu Habbah Al Badriyyi, Ibnu Mas`ud, Dhahak, Said bin Jubair, Qatadah, Ibnu Musayyib, Ibnu Syihab, Ibnu Zaid, Al Hasan, Ibrahim, Masruq, Mujahid, Ikrimah, Ibnu Juraij, dengan dalil ucapan Aisyah dan pendapat para ulama ahli fiqh Muta`akhirin , para ahli hadits, para ahli bahasa, dan para ahli tafsir.
Syaikh Shalih Fauzan Hafizhahullah berkata:
Isra’ Mi’raj terjadinya dengan jasad dan ruh secara bersamaan, inilah pendapat mayoritas ulama. Hal ini berdasarkan ayat: Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha. (QS. Al Isra: 1).
Kata Al ‘Abdu merupakan nama bagi ruh dan jasad, bukan nama bagi ruh saja. Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menceritakan tentang Isra Mi’raj; bahwa Jibril mendatangi Beliau dengan membawa hewan bernama Buraq, dia menungganginya, lalu dengannya pergi menuju Baitul Maqdis dan shalat di sana bersama para nabi. Semua ini menunjukkan terjadinya adalah ruh dan jasad sekaligus, dan inilah pendapat mayoritas ulama, dan tidak ada yang menyelisihinya kecuali kelompok yang sedikit saja. (Al Muntaqa min Fatawa Al Fauzan, 7/3)
Lalu kafirkah orang yang menyatakan bahwa Isra Mi’raj hanya ruh saja tanpa jasad? Syaikh Shalih Fauzan berkata lagi:
Ada pun orang yang mengingkari Isra Mi’raj dengan jasad, maka dia tidak dikafirkan, karena sesungguhnya sebagian salaf ada yang berpendapat demikian. Mereka mengatakan bahwa Isra itu hanya ruh saja, dalam keadaan sadar dan bukan mimpi. Ini adalah pendapat yang lemah, tetapi siapa pun yang mengambil pendapat ini maka dia termasuk berbuat salah, dan tidak dikafirkan karena itu. (Ibid)
(Bersambung)
(Ind)