I’TIKAF merupakan ibadah sunnah yang tidak pernah ditinggalkan Nabi selama hidupnya. Selama i’tikaf, ada keheningan duniawi dan kegairahan ukhrawi.
Dalam kalender Ramadan Indonesia, malam ini merupakan awal pelaksanaan ibadah i’tikaf. Selama kurang lebih sembilan atau sepuluh hari, peserta i’tikaf mengheningkan diri di tengah hingar-bingar kehidupan dunia.
Secara bahasa, i’tikaf berarti berdiam diri, berhenti sejenak, atau mengisolasi diri dalam masjid. Seolah dunia berlalu sementara dalam wujudnya yang lain.
Dunia berlalu tanpa ada kalkulasi untung rugi. Dunia serasa di alam lain yang tanpa godaan, tanpa permusuhan, tanpa persaingan, dan tanpa intrik.
Dunia dalam i’tikaf hanya sebatas fisik. Ada makan, minum, istirahat, bersih-bersih, dan kegiatan fisik lainnya. Sementara hati dan ruh serasa di alam langit, dalam barisan para malaikat yang senantiasa zikir, tahmid, tasbih, istigfar, dan ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala.
Tak ada kepentingan duniawi di situ. Semata-mata, hanya untuk meraih ridha Allah dalam keheningan sejenak.
I’tikaf seperti memaksa seorang hamba Allah untuk meninggalkan alam dunianya tanpa harus melepas ruh seperti sebuah kematian.
Alam dunia yang penuh hitung-hitung untung rugi. Alam dunia yang menilai waktu dalam sosok materi. Alam dunia yang tak ada kawan dan musuh abadi, kecuali kepentingan sesaat.
I’tikaf seperti mengajak hamba-hamba Allah untuk magang di alam kematian. Dunia akan tampak seperti alam akuarium yang begitu sempit. Yang para penghuninya bergerak hanya untuk makan dan untuk tidak dimakan.
Inilah pembekalan hidup yang luar biasa. Meski hanya beberapa hari, kekuatan imunitasnya bisa membekali selama sebelas bulan mendatang, hingga Ramadan berikutnya datang.
Dan dalam i’tikaf pula, peluang untuk meraih Lailatul Qadar menjadi terbuka lebar. Sebuah malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan.
Semakin malam, suasana semakin hening. Bukan untuk menjemput ketenangan tidur dan istirahat. Tapi untuk meraih “kemesraan” dalam ibadah dan zikir kepada Yang Maha Sayang, Allah Subhanahu wata’ala.
Benarlah apa yang disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sekiranya umat manusia tahu keutamaan bulan Ramadan, mereka akan meminta setahun penuh untuk Ramadan.” (HR. Thabrani, Ibnu Khuzaimah, Baihaqi)
Mumpung ruh belum pergi melepaskan raga sendiri, tak ada ruginya untuk menjelajah suasana alam langit di masjid saat ini. [Mh]