ChanelMuslim.com – Membebaskan dan Memuliakan Perempuan
Suatu hari Hindun binti Umaiyah ra atau lebih dikenal dengan panggilan Ummu Salamah menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia bertanya, “Ya Rasulallah, apa sebabnya dalam urusan hijrah yang selalu disebut hanya kaum laki-laki saja, sedangkan kaum perempuan tidak disebut?” Seketika turunlah ayat 195 surat Ali Imran, _”Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain.
Maka orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalanKu, yang berperang dan yang terbunuh, pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sebagai pahala dari Allah. Dan di sisi Allah ada pahala yang baik”._
Soal kaum perempuan menggugat di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah berita baru.
Pada masa itu kaum perempuan diberi kebebasan oleh Baginda Nabi. Beliau adalah kekasih Allah, manusia mulia sepanjang zaman. Pada saat yang bersamaan, terjadi penghinaan dan penindasan kepada kaum perempuan dan Nabi yang mulia menjadi pembela perempuan yang saat itu tertindas.
Sebelum Islam datang, bangsa Arab Jahiliyah mengubur bayi perempuan hidup-hidup. Jika seorang perempuan ditinggal wafat oleh suaminya, ia berhak diwariskan oleh anak laki-laki dari ayahnya.
Bangsa Persia memperlakukan perempuan bagaikan barang dagangan. Perempuan dijadikan objek pemuas nafsu syahwat. Pergundikan tidak terbatas.
Pada masa lalu di India, jika ada seorang istri ditinggal wafat suaminya maka ia turut dibakar bersama mayat suaminya. Menurut keyakinan mereka, itulah ciri istri yang setia.
Bangsa Rum menganggap bahwa perempuan itu najis. Bangsa Perancis mempercayai jika ada kecelakaan, kejahatan dan kesengsaraan di dunia ini penyebabnya adalah kaum perempuan.
Bangsa Yahudi sama saja, mereka melarang perempuan untuk belajar dan menuntut ilmu. Bahkan ada suatu keyakinan, penyebab Nabi Adam as terusir dari surga disebabkan oleh perempuan, yaitu ibunda Hawa istri Nabi Adam as.*
Begitulah nasib perempuan pada masa sebelum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membawa risalah Islam. Perempuan dalam keadaan terhina dan tertindas. Perempuan menjadi sebab dari segala masalah. Perempuan tidak punya hak bicara dan hak berpendapat. Padahal dari rahim perempuan kehidupan manusia berlanjut. Padahal dari kedua tangan seorang perempuan yang penuh kelembutan bangsa manusia menjadi tidak punah.
Manusia mulia dan agung ini diutus oleh Allah sebagai Rahmat bagi semesta alam. Diantaranya, membawa misi untuk membebaskan perempuan dari segala bentuk penghinaan dan ketertindasan. Pada saat yang bersamaan memberikan tempat terhormat dan mulia pada kaum perempuan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa orang tua yang memiliki 3 anak perempuan kemudian ia menempatkan mereka dengan baik, kasih sayang terhadap mereka dan memberikan pendidikan yang baik atas mereka, maka wajiblah baginya surga” (HR Imam Ahmad dan Ath-Thabrani ).
Dalam riwayat lain, “Barangsiapa memelihara 2 anak perempuan sehingga keduanya sampai umur, maka datanglah ia nanti pada hari kiamat bersama aku. Beliau bersabda demikian sambil merapatkan jarinya ” (HR Muslim dan At-Turmudzi).
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam menghormati dan memuliakan perempuan. Ketika ada seorang sahabat bertanya siapakah orang yang lebih berhak mendapat pergaulan baik. Nabi menjawab, “Berbuatlah baik kepada ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu. Setelah itu bapakmu. (HR Bukhari dan Muslim).
Perhatian beliau dalam urusan keluarga juga sangat mulia. Nabi bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya. Dan akulah yang paling baik terhadap keluargaku”. (HR AtTirmidzi).
Jika ada seorang laki-laki ingin melamar seorang perempuan maka kedua orangtuanya harus menanyakan kepada anak perempuannya, apakah bersedia untuk dinikahkan. Nabi bersabda jika anak perempuannya diam itu tanda setuju. Jika tidak setuju, ia berhak menyampaikan pendapatnya.
Inilah ajaran Islam yang memberi ruang berpendapat pada anak perempuan.
Dalam berbagai riwayat dikisahkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersikap lemah lembut kepada istri-istrinya. Beliau sangat memuliakan Khadijah ra meski istri beliau ini telah lebih dulu wafat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga menghormati dan memuliakan para sahabiyat (sahabat perempuan). Mereka diberi keleluasaan untuk menuntut ilmu, belajar dan mengajar. Mereka juga diberi kesempatan ikut berperang bersama Nabi.
Dalam sebuat riwayat, Ummu Athiyyah ra ikut perang bersama Nabi dalam 7 kali peperangan. Ummu Athiyyah menjaga kendaraan para pasukan, memasakkan makanan , dan mengobati yang terluka. (HR Muslim dan Ibnu Majah).
Kebebasan yang diberikan kepada para sahabiyat pada masa itu menunjukkan bahwa Rasulullah menghargai peran perempuan dalam kehidupan. Pesan yang ingin disampaikan perempuan sebagaimana laki-laki adalah sama-sama makhluk ciptaan Allah. Mereka setara di hadapan Allah. Kemuliaan mereka tidak ditentukan oleh jenis kelamin. _Inna akromakum ‘indallahi atqookum_ (yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling bertaqwa) (QS Al-Hujurat 13).
Dibolehkannya sahabiyat ikut bai’at Aqabah (berjanji setia kepada Allah dan RasulNya) dan terlibat dalam peperangan ini adalah bukti dibukanya keran keterlibatan perempuan dalam politik. _”Innaman-nisaa syaqaiqurrijal”_ (sesungguhnya perempuan adalah saudara kandung laki-laki).
Laki-laki dan perempuan diciptakan Allah untuk saling bekerja sama dalam membangun kehidupan yang seimbang dan harmonis.
Penilaian Nabi pada aktivitas perempuan muslimah ini dalam bentuk sebutan _’amal shalih_ (amal baik) yang akan diberi balasan pahala dan surga. Artinya, keterlibatan perempuan dalam semua bidang kehidupan itu harus didasari oleh niat beribadah dan menggapai ridha Allah. Karenanya, meski seorang perempuan muslimah diberi ruang kebebasan namun tetap dalam bingkai aturan Allah dan RasulNya.
Mengapa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam selalu memberi kabar gembira bagi siapa saja yang berlaku baik kepada kaum perempuan dengan balasan surga ? Karena tabiat manusia itu ingin memperoleh imbalan atas apa yang telah dilakukannya. Allah Maha Mengetahui. Surga itu sebaik-baik balasan bagi hamba Allah yang beriman.
Gambaran tentang surga adalah gambaran keindahan dan kesenangan yang abadi di akhirat. Kebahagiaan dan kesenangan di dunia hanyalah fana. Cepat atau lambat manusia akan dijemput oleh kematian.
Manusia diciptakan Allah untuk menjalani kehidupan di dunia, ibarat seseorang berjalan menuju satu kota. Ia butuh petunjuk jalan agar tidak tersesat. Petunjuk itu adalah arah, peta dan rambu-rambu perjalanan. Kehidupan ini adalah perjalanan, juga membutuhkan petunjuk agar manusia tidak tersesat. Petunjuk itu adalah kitab Al-Qur’an. Namun Al-Qur’an tidak dapat dipahami oleh manusia. Maka Allah mengutus Rasulullah untuk menjelaskan kitab petunjuk ini.
Rasulullah juga menjadi contoh dari apa yang beliau sampaikan tentang isi Al Qur’an. Akhlak Rasulullah adalah Al Qur’an, demikian jawab Aisyah ra ketika ditanya oleh para sahabat bagaimana akhlak Rasulullah.
Al Qur’an adalah buku. Rasulullah adalah guru. Dalam sebuah proses pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia diperlukan buku dan guru. Jika hanya ada buku tanpa guru maka seseorang akan menjadi liar tak terkendali dalam memahami isi buku. Seseorang bisa keluar dari maksud dan arah yang diinginkan isi buku.
Demikian juga jika ada guru tanpa buku maka seseorang akan menjadi pengikut (taqlid) buta. Apa saja yang dikatakan sang guru akan diikuti meski guru mengajak kepada jurang kesesatan dan kehancuran. Maka penting guru menjelaskan pelajarannya berdasarkan kurikulum dan referensi. Agar tujuan pendidikan tercapai.
Buku dan guru bagaikan jiwa dan raga. Raga menjadi bermakna karena memiliki jiwa. Jiwa tanpa raga juga kehilangan arti. Demikian buku petunjuk itu adalah Al Qur’an dan guru itu adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Rasulullah adalah teladan dalam semua aspek kehidupan. Beliau adalah sebaik-baik contoh sebagai pemimpin, suami, ayah, sahabat, guru, pedagang, komandan perang, dan kepala negara. Sekiranya sejak awal Nabi melarang perempuan tampil ke ruang publik tentu tidak terjadi kisah pejuang muslimah Indonesia semisal Tjut Nyak Dien, Malahayati, Nyai Dahlan, Rohana Kudus, Rasuna Said, atau Rahmah El Yunusiah mengukir sejarah dengan tinta emas di Bumi Pertiwi. Wallahu a’lam.
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS Al-Ahzab 21).
Allahumma Shalli ‘ala Sayyidina Muhhamad,
Wa’ala ali Sayyidina Muhammad.
—–
Terlalu banyak kisah kehidupan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam memuliakan kaum perempuan. Tidak cukup halaman ini memuat keseluruhannya.
Rindu kami padamu Ya Rasul,
Rindu tiada bertepi..
Ya Rabb,
Pertemukan kami dengan Rasul-Mu yang mulia,
Berikan kami syafaat darinya di akhirat kelak..
@wirianingsih
——
*Munawar Chalil (Nilai Wanita Dalam Islam)
Catatan Ustadzah Wiwi Wirianingsih pada Sabtu, 2 Desember 2017