I’TIKAF adalah diam atau tinggal di masjid dalam waktu tertentu untuk menaati Allah dengan berbagai aktifitas ibadah baik siang maupun malam.
Jadi i’tikaf itu dilakukan di masjid agar bisa fokus beribadah dan dalam suasana yang kondusif untuk khusyuk karena Allah. Allah berfirman:
وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Dan kamu sekalian beri’tikaf di dalam masjid.” (Al-Baqarah: 187)
Juga Allah berfirman:
وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud.” (Al Baqarah: 125)
Baca Juga: Istri Membantu Suaminya dalam Beribadah
Fokus Beribadah dengan I’tikaf di Masjid
Dalam hadis dijelaskan:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ اْلعَشَرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ. (رواه مسلم)
“Bahwa Nabi saw melakukan i’tikaf pada hari sepuluh terakhir bulan Ramadhan, (beliau melakukannya) hingga beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.” ([HR. Muslim)
I’tikaf di masjid dimulai pada malam ke 21, selain untuk banyak beribadah kepada Allah, juga agar bisa meraih laitul qadar sehingga mendapatkan pahala dari ibadahnya lebih baik dari pada diamalkan seribu bulan.
Sedangkan Rasulullah telah perintahkan umatnya agar bisa meraih lailatul qadar. Beliau bersabda:
تحروا ليلة القدر في الوتر من العشر الأواخر من رمضان. رواه البخاري
“Carilah lailatul qadar pada malam yang ganjil dari malam lailatul qadar pada bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Rasulullah menganggap i’tikaf itu merupakan salah satu amal yang terbaik di bulan Ramadan, sehingga jika beliau ada udzur tidak bisa beri’tikaf maka beliau ganti pada tahun berikutnya dengan i’tikaf dua puluh hari، sebagaimana dalam hadis.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ان رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَعْتَكِفُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ فَسَافَرَ سَنَةً فَلَمْ يَعْتَكِفْ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْماً
“Rasulullah shallallahu shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Kemudian beliau pernah bersafar selama setahun dan tidak beri’tikaf, akhirnya beliau pun beri’tikaf. pada tahun berikutnya selama dua puluh hari.” (HR. Muslim)
Suami dan istri dalam beri’tikaf sambil membawa anak-anaknya dan hendaknya dikondisikan agar dapat melakukannya dengan baik sehingga tidak menjadi i’tikaf yang sia-sia.
Karena itu, mereka harus menerapkan adab-adab i’tikaf berikut ini:
1. Niat yang ikhlas karena Allah.
2. Fokus beribadah kepada Allah.
3. Bermujahadah (bersungguh- sungguh dan berusaha keras).
4. Memprioritaskan waktu untuk beribadah.
5. Bertahan untuk tetap tinggal di masjid (tentang berapa lamanya sesuai dengan niatnya)
6. Menjaga wudhu.
7. Menghindar dari hadast besar atau hal-hal yang mewajibkan mandi.
8. Dapat izin dari suami.
9. Istiqamah.
10. Menghidupkan malam ( qiyamul lail ) tanpa membedakan malam ganjil dan genap.
11. Menjaga kebersihan dan kerapihan masjid.
12. Tidak menyia-nyiakan hak-hak keluarga.
13. Menghindari perbuatan yang dilarang dan berdosa.
Catatan Ustazah Dr. Aan Rohanah Lc., M.Ag di akun instagramnya @aanrohanah_16. Ustazah Aan Rohanah adalah perempuan yang Peduli Keluarga dan Pendidikan Anak. [Ln]
View this post on Instagram