ChanelMuslim.com – Diintai oleh kematian. Suatu kali almarhum bapak pernah bicara.
“Bu, setiap perjalanan itu dipergilirkan.”
“Apa maksudnya, Pak?” jawab saya.
Waktu itu baru ada berita kecelakaan pesawat dan kereta api yang menewaskan ratusan orang.
Bapak; “Kematian itu mengintai setiap orang yang melakukan safar (perjalanan).Terutama yan naik pesawat. Harus benar-benar tawakal. Banyak doa. Kalau pesawat jatuh, jarang yang selamat. Makanya, tingkat safety penerbangan itu sangat tinggi, berbeda dengan kendaraan darat.”
Bapak bicara seperti itu bukan tanpa alasan. Beliau sejak muda sering naik pesawat ke penjuru nusantara dan perjalanan dinas ke LN. Sering mengalami turbulensi.
Lanjut beliau, “Dari sekian ribu penerbangan, jarang terdengar kecelakaan pesawat. Jika itu terjadi, berarti ada ‘human error’ atau ‘sebab lain’. Misal, faktor alam.”
Baca juga: Permasalahan Keuangan Bukan Hambatan Keharmonisan
Inti pesan beliau, siap-siap menghadapi situasi terburuk. Kekhawatiran beliau tampak jika saya sedang safar. Setiap hari bisa message beberapa x via BB ‘posisi di mana?’.
Semoga Allah menempatkan bapak di tempat terbaik di sisi-Nya.
Kematian yang selalu mengincar
Setiap orang tahu apa itu kematian. Kematian adalah berpisahnya antara ruh dan jasad. Ruh kembali kepada sang Maha Pencipta, jasad kembali ke tanah.
Kematian juga memisahkan dengan yang masih hidup. Menyisakan kenangan dan kesedihan. Itu mengapa kadang orang takut mati, karena akan berpisah dengan yang dicintai di dunia ini.
Masalahnya, kematian datang tidak memberi kabar lebih dulu. Kematian datang tepat waktu, kapan saja dan dim mana saja. Sebenarnya, kematian memberi tanda, tapi banyak manusia yang tidak mampu membaca tanda-tanda ini.
Asik dengan dunia. Lupa kampung akhirat. Bisa jadi karena ketidaktahuan, kebodohan, atau mata hatinya tertutup oleh kabut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut orang yang mampu membaca tanda-tanda ini sebagai orang yang cerdas (al-kayyis). (HR Tirmidzi)
Ia meyiapkan diri dengan sebaik-baiknya menghadapi kematian. Menyiapkan bekal untuk perjalanan panjang setelah kematian. Orang cerdas menyadari sebaik-baik bekal itu adalah takwa. (Qs. Al Baqarah:197)
Ali bin Abi Thalib ra memaknai kematian dengan sederhana, “Manusia hidup seperti orang yang tidur, bila sudah mati menjadi seperti orang yang bangun dari tidur.”
Gambar jelang naik KA Seoul-Busan, panitia: “Fiamanillah ibu, jangan khawatir ini bukan KA yang seperti di film Train to Busan.”