ORANG-orang soleh begitu dekat dengan Allah subhanahu wata’ala. Sebegitu dekatnya, doanya sangat makbul.
Ada kisah menarik di masa Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah. Masa itu sekitar abad ke-12 masehi saat kejayaan Kekhalifahan Abasiyah.
Tersiar kabar di masa itu, ada seorang wali Allah yang doanya begitu makbul. Namanya Syaikh Yusuf Al-Mahazani.
Kabar itu begitu menarik perhatian Syaikh Abdul Qadir Jailani muda bersama dua ulama muda lainnya. Yaitu, Syaikh Syaqaq dan Syaikh Ushrun.
Sebelum berangkat menuju wali Allah itu, ketiganya sempat berbincang-bincang. Menurut Ushrun, dirinya ingin sekali didoakan agar bisa kaya raya.
Abdul Qadir Jailani lain lagi. Ia ingin didoakan agar bisa begitu dekat dengan Allah subhanahu wata’ala dan meraih hidup berkah untuk umat.
Sementara Syaqaq lain dari yang lain. Ia tidak tertarik dengan doa makbul yang tersiar. Justru, ia ingin mendebat Wali Allah itu agar kadar ilmunya terlihat lemahnya.
Saat bertemu dengan Syaikh Yusuf tersebut, ketiganya menyampaikan apa yang mereka rencanakan. Syaikh Ushrun didoakan menjadi kaya raya, Syaikh Abdul Qadir Jailani didoakan agar bisa menjadi ulama yang dekat dengan Allah dan memberikan keberkahan untuk umat.
Sementara Syaikh Syaqaq, berkesempatan mendebat Syaikh Yusuf. Tapi, ia tidak menemukan kelemahannya. Justru ada ucapan yang ‘mengerikan’ dari Syaikh Yusuf bahwa suatu saat Syaqaq akan mengalami debat yang bisa menjatuhkan.
Beberapa waktu pun berlalu panjang. Ketiganya sudah menjadi tokoh umat. Sesuai dengan doa Syaikh Yusuf, Ushrun Allah berikan kekayaan yang luar biasa hingga akhir hayatnya. Begitu pun dengan Abdul Qadir Al-Jailani yang akhirnya menjadi ulama hebat dan pembimbing umat. Ia menjadi Wali Allah penerus Syaikh Yusuf.
Bagaimana nasib Syaqaq?
Suatu hari, seorang penguasa Eropa meminta Kekhalifahan Abasiyah untuk mengirim pakar. Nantinya utusan itu akan berdebat tentang Islam dan agama lainnya di Eropa. Dan pakar yang dipilih Khalifah adalah Syaikh Syaqaq.
Penguasa Eropa ini paham betul kalau mereka tidak akan mampu berdebat dengan tokoh Islam. Karena itu, mereka membuat siasat busuk.
Ketika Syaikh Syaqaq tiba, sang penguasa Eropa sengaja menugaskan putrinya yang cantik untuk memperdaya Syaqaq. Syaqaq dijamu secara khusus oleh putri penguasa Eropa ini: disediakan makan dan minum, ruangan yang nyaman, dan keduanya berbincang-bincang masalah pribadi.
Setelah berinteraksi intensif, sang putri ini menceritakan bahwa dirinya tertarik untuk menjadi istri Syaqaq. Hati Syaqaq pun berbunga-bunga. Ia lupa kalau sedang diperdaya.
Tapi ada syaratnya. Sang putri mengutarakan apa syaratnya. “Hukum dan tradisi di sini mensyaratkan bahwa calon suami harus beragama sama dengan calon istri,” ucapnya.
Tanpa pikir panjang, Syaqaq menyanggupi. Ia mungkin bersiasat. Kalau nanti sudah menikah, ia akan balik lagi sebagai muslim dan ulama.
Syaikh Syaqaq memang ikut mengikuti perdebatan antar agama. Dan ia memang menang. Tapi, karena syarat dari sang putri, Syaikh Syaqaq menyampaikan ke publik di Eropa bahwa dirinya sudah keluar dari Islam.
Siasat Penguasa Eropa terhadap Syaqaq sudah berhasil. Apa yang terjadi berikutnya? Syaikh Syaqaq bukannya dinikahkan dengan sang putri, justru ia dijebloskan ke penjara.
Masya Allah, Allah mengabulkan doa Syaikh Yusuf Al-Maharzani untuk tiga tokoh ulama muda itu: Syaikh Ushrun yang akhirnya menjadi kaya raya, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani yang akhirnya menjadi panutan umat, dan Syaikh Syaqaq yang akhir terhinakan oleh nafsu syahwat dirinya sendiri.
**
Ada orang-orang soleh di sekitar kita. Mereka ‘alim, ‘abid, zuhud, bijaksana, rendah hati, dan tidak ingin memamerkan dirinya sebagai orang ‘hebat’. Ia hidup sederhana layaknya rakyat biasa.
Hormatilah orang-orang ini. Muliakan mereka. Rendahkan hati kita saat berhadapan dengannya. Mintakanlah doa terbaik untuk diri kita, karena boleh jadi, melalui lisannya apa yang kita inginkan bisa dikabul oleh Allah subhanahu wata’ala. [Mh]