Catatan Tentang Syura dan Berjamaah
SYURA itu batasan yang diatur oleh Allah bagi hambaNya dalam kehidupan berjamaah (berkumpul dan berinteraksi antara sesama dalam sebuah kesepakatan dan ikatan). Berjamaah bisa juga disebut berorganisasi.
Prinsip-prinsip berorganisasi masuk dalam kehidupan berjamaah. Yang membedakan adalah niat, cara dan tujuannya. Berjamaah dalam ukuran kecil (keluarga) atau dalam ukuran besar (gerakan).
Baca Juga: Kiprah Bidang Ekonomi Salimah Kudus di Momen Asyura
Catatan Tentang Syura dan Berjamaah
Syura atau bermusyawarah adalah tempat dimana anggota jamaah (perkumpulan) menyampaikan pendapat dan gagasan untuk tercapainya tujuan berjamaah.
Ruang perbedaan pendapat pribadi dibuka seluas-luasnya saat sedang bermusyawarah.
Namun harus diingat tuntunan dalam bermusyawarah, yaitu;
– Niat yang ikhlas
– Hati yang bersih
– Diniatkan dalam rangka ibadah
– Tujuan meraih ridla Allah
– Husnudzan (prasangka baik)
– Menggunakan diksi (kalimat) yang baik
– Menyampaikan dengan santun
– Bergantian hingga lawan bicara selesai
– Menghargai pendapat orang lain
Tujuan yang ingin dicapai dalam musyawarah adalah adanya keputusan. Ketika sudah ada keputusan, maka keputusan itu mengikat semua. Itulah pentingnya ada seorang pemimpin yang memimpin jalannya musyawarah.
Pemimpin ini yang akan mengambil keputusan.
Seorang pemimpin yang baik memiliki karakteristik antara lain dikenal kesalehannya, cakap, trampil dan amanah.
Ia mendapat tugas memimpin karena memang dimanahkan oleh jamaah, bukan karena ambisi pribadi.
Berbeda sedikit dengan pemimpin dalam keluarga yang mendapat amanah kepemimpinan langsung dari Allah.
Dari Ibnu Umar radhiallahu: “Saya telah mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya.
Seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Seorang pelayan adalah pemimpin dalam mengelola harta tuannya, dan akan diminta pertanggungjawabannya. Dan kamu sekalian adalah pemimpin yang akan ditanya perihal yang dipimpinnya. (HR Bukhari dan Muslim)
Seorang pemimpin, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, senantiasa lebih dahulu mendengar masukan dan pendapat para sahabat tentang suatu perkara sebelum mengambil keputusan.
Keteladanan yang diberikan oleh Baginda Nabi merupakan contoh bagaimana seseorang diberikan hak dasar politiknya untuk menyampaikan pendapat dan layak didengar.
Karenanya, pemimpin harus memiliki wawasan dan pandangan yang jauh ke depan, tanpa meninggalkan tempat dimana ia berpijak.
Inilah indahnya Islam. Manhaj (aturan) tentang syura sesuai dengan fitrah. Menuntun manusia agar tidak melampaui batas. Mengarahkan manusia agar tetap dalam fitrahnya.
Jika terjadi perilaku yang melampaui batas berarti ia telah melanggar fitrah kemanusiaannya.
Tidak ada pemimpin tanpa jamaah. Tidak ada jamaah tanpa syura dan ketaatan. Tetaplah disini, di jalan ini. Sebab jalan ini sebagaimana jalan kehidupan akan berujung pada pertemuan seorang hamba dengan Rabbnya. Hasbiyallah.
Catatan Ustadzah Wiwi Wirianingsih pada akun instagramnya @wirianingsih