Bolehkah Wanita Mengiringi Jenazah ke Kubur? oleh: Ustadz Farid Nu’man Hasan
Chanelmuslim.com– Apakah perempuan boleh mengantarkan jenazah ke kubur?
Para ulama berbeda pendapat tentang wanita mengantar jenazah ke kubur. Ada yang memakruhkan, membid’ahkan, dan membolehkan mereka mengiringi jenazah.
Ummu ‘Athiyah Radhiallahu ‘Anha mengatakan:
Kami dilarang mengiringi jenazah, tetapi larangan itu tidak ditekankan atas kami.
(HR. Muslim No. 938)
Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:
“Maknanya, kami dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari hal itu, yaitu larangan yang menunjukkan makruh tanzih. Bukan makruh yang mengarah haram, Menurut para sahabat kami (Syafi’iyah), hadits ini menunjukkan makruh, bukan haram. Al Qadhi ‘Iyadh mengatakan: mayoritas ulama melarang wanita mengiringi jenazah, sedangkan ulama Madinah membolehkannya, Malik membolehkannya, tetapi makruh bagi wanita muda.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/351. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Baca Juga: Hukum Shalat Ghaib/Jenazah Setelah Shalat Ashar
Bolehkah Wanita Mengiringi Jenazah ke Kubur?
Imam Ibnu Baththaal Rahimahullah menjelaskan:
Ibnul Mundzir mengatakan: Kami meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Abu Umamah, dan ‘Aisyah, bahwa mereka memakruhkan wanita mengiringi jenazah. Dimakruhkan pula oleh Abu Umamah, Masruq, An Nakha’i, Al Hasan, Muhammad bin Sirin, dan ini pendapat Al Auza’i, Ahmad, dan Ishaq. Sufyan At Tsauri mengatakan: “Wanita ikut mengiringi jenazah adalah bid’ah.”
Diriwayatkan kebolehan wanita mengiringi jenazah dari Ibnu Abbas, Al Qasim, Az Zuhri, Rabi’ah, Abu Az Zinad, dan semisalnya, dan Malik memberikan keringanan (rukhshah).
Beliau mengatakan: “Wanita zaman dahulu ikut keluar mengiringi jenazah, Asma’ keluar dengan menuntun kudanya Az Zubeir, dan dia sedang hamil. Dan Malik berkata: “Menurutku tidak masalah keluarnya kaum wanita kecuali jika ada hal-hal yang memang mesti diingkari.” (Syarh Shahih Al Bukhari, 3/267-268).
Ada pula yang mengatakan larangan tersebut bertingkat tergantung kondisi.
Al Muhallab Rahimahullah
mengatakan:
Hadits ini menunjukkan bahwa larangan dari Nabi saw itu bertingkat-tingkat. Padanya ada larangan haram, larangan menunjukkan tanzih (lebih baik dihindari), dan larangan makruh. Perkataan Ummu ‘Athiyah (Larangan itu tidak ditekankan kepada kami) hanyalah menunjukkan apa yang dipahaminya dari Nabi saw merupakan larangan dalam rangka meninggalkan apa-apa yang terjadi pada masa jahiliyah. (Ibid)
Demikian. Zahirnya menunjukkan memang terlarang walau dengan larangan yang tidak keras sehingga rata-rata ulama memakruhkan. Walau ada yang membolehkan jika aman dari finah dan hal-hal munkar. Wallahu A’lam
(ind)