Chanelmuslim.com– Belajar Agama Itu Mesti Jelas Rujukannya
Era medsos membuat mudah mendapatkan sumber informasi, begitu pula tentang konten-konten keislaman. Ini bagus. Tapi, negatifnya adalah kesadaran untuk mengetahui sumber sering diabaikan. Dapat info langsung BC, dapat ilmu langsung share, padahal tidak ada sandarannya (baca: sanad). Ini jadi bahaya, sebab ada dusta dan kepalsuan di dalamnya.
Oleh karena itu, para ulama memberikan nasihat, di antaranya Imam Abdullah bin Al Mubarak Rahimahullah:
Isnad (sandaran) itu bagian dari agama, seandainya bukan karena isnad, niscaya manusia akan sembarangan dan seenaknya berbicara. (Shahih Muslim bisyarhi An Nawawi, 1/77)
Baca Juga: Hukum Belajar Agama karena Mau Jadi Ustaz
Belajar Agama Itu Mesti Jelas Rujukannya
Imam Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah berkata:
Isnad itu senjata bagi seorang mu’min, jika dia tidak memiliki senjata, dengan apa dia berperang? (Imam Ibnu Hibban, Al Majruhin, 1/27)
Membaca buku sudah cukup?
Pada dasarnya berjumpa dan bermajelis dengan guru itulah yang utama. Hal ini bisa diperoleh di pesantren, berkunjung ke rumah guru, atau hadir dalam taklim para guru sehingga terjadi kesinambungan ilmu dari syaikh ke muridnya.
Zaman ini, ketika kesibukan duniawi manusia luar biasa, lonjakan penduduk juga sangat tinggi, sementara mereka ingin belajar agama untuk bekal hidupnya, apakah hanya membaca buku saja sudah cukup tanpa adanya guru? Sebagian ulama memang melarang seperti itu, seperti Imam Asy Syafi’i, Sulaiman bin Musa, dll, sebab khawatir adanya ketergelinciran pemahaman. Tanpa guru, dia sulit membedakan mana haq dan batil.
Tapi, tidak semua ulama menyetujui itu. Sebagian lain mengatakan boleh saja, asalkan buku yang ditelaahnya adalah karya ulama yang mautsuq (bisa dipercaya).
Imam ‘Izzuddin bin Abdissalam Rahimahullah berkata:
Ada pun berpegang kepada buku-buku fiqih yang shahih dan terpercaya, maka para ulama zaman ini sepakat atas kebolehan bersandar kepadanya. Sebab, seorang yang bisa dipercaya sudah cukup mencapai tujuan sebagaimana tujuan pada periwayatan. Oleh karena itu, manusia yang bersandar pada buku-buku terkenal baik nahwu, bahasa, kedokteran, atau disiplin ilmu lainnya, sudah cukup untuk mendapatkan posisi “tsiqah/bisa dipercaya” dan jauh dari kesamaran.
(Imam As Suyuthi, Asybah wa Nazhair, Hlm. 310. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Beirut)
Tapi, hal ini tidak berlaku bagi para qari Alquran, sebab khusus itu mesti talaqqi kepada guru.
Maka dikatakan:
Wajib bagi qari untuk mengambil bacaan Alqurannya dengan metode talaqqi, dan mengambil sanad dari para guru yang juga mengambil dari guru-guru mereka agar terjadi kesinambungan bacaannya dan sebagai pemastian bahwa bacaannya sesuai dengan apa yang dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (Haqqut Tilawah, Hlm. 46)
Demikian. Wallahu A’lam
Farid Nu’man Hasan