HUKUM menyantuni anak yatim pada bulan Muharam. Tidak ada dalil khusus yang valid dan autentik tentang keutamaan atau perintah menyantuni anak yatim secara khusus di bulan Muharam.
Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan, keyakinan sebagian masyarakat bahwa bulan Muharam adalah “Lebaran anak yatim” mungkin didasari oleh riwayat berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أَعْطَاهُ اللَّهُ تَعَالَى ثَوَابَ عَشْرَةِ آلافِ مَلَكٍ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أُعْطِيَ ثَوَابَ عَشْرَةِ آلَافِ حَاجٍّ وَمُعْتَمِرٍ وَعَشْرَةِ آلافِ شَهِيدٍ، وَمَنْ مَسَحَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِ يَتِيمٍ يَوْمَ عَاشُورَاءَ رَفَعَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ دَرَجَةً
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang puasa ‘Asyura di bulan Muaram, maka Allah akan memberikan pahala 10.000 malaikat,
siapa yang puasa di hari Asyura maka Allah akan memberikannya pahala 10.000 haji dan Umrah dan 10.000 syuhada, dan siapa yang mengusap kepala anak yatim di ari Asyura maka Allah akan mengangkat derajatnya baginya tiap-tiap rambut satu derajat.”
(Imam Abu Laits As Samarqandi dalam Tanbihul Ghafilin, hadits no. 475)
Namun oleh Imam Ibnul Jauzi, hadis ini dinyatakan sebagai hadits PALSU. (Imam Ibnul Jauzi, Al Maudhu’at, 2/570).
Di dalam sanadnya terdapat Hamid bin Adam Al Marwazi. Imam adz Dzahabi menjelaskan, bahwa Hamid bin Adam disebut sebagai PENDUSTA oleh para imam kritikus hadits seperti Al Jauzajaani, Ibnu ‘Adi,
kemudian Ahmad bin Ali as Sulaimani mengatakan dia terkenal sebagai pemalsu hadits. Ibnu Ma’in berkata: “Pembohong, semoga Allah melaknatnya!” (Mizanul I’tidal, 1/447)
Baca Juga: Aku Anak Yatim Piatu Seperti Nabi Muhammad
Apakah lantas menjadi bid’ah atau terlarang?
Menyantuni atau berbuat baik kepada anak yatim adalah perbuatan mulia yang dianjurkan dalam Al Quran dan As Sunnah, secara mutlak dan umum.
Seorang muslim, bisa saja menyantuni mereka di bulan apa pun yang dia mau baik di Syawwal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, atau bulan-bulan lainnya.
Semuanya memiliki keutamaan yang sama, tidaklah yang satu lebih utama atas lainnya dari sisi waktunya.
Maka, silakan seseorang menyantuni anak yatim di bulan Muharram, atau bulan-bulan lainnya secara umum tanpa ada keyakinan kekhususannya.
Hal ini sesuai KEUMUMAN dalil-dalil berikut:
Dari Sahl Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
وَأَنَا وَكَافِلُاليَتِيمِ فِي الجَنَّةِ هَكَذَا» وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالوُسْطَى، وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا
Aku berasama orang yang menyantuni anak yatim seperti ini. (Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan tengah, dan diberikan celah sedikit). (HR. Bukhari No. 5304)
Baca Juga: Keutamaan Menyantuni Anak Yatim
Hukum Menyantuni Anak Yatim pada bulan Muharram
Hadis lainnya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَجُلًا شَكَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَةَ قَلْبِهِ , فَقَالَ: ” إِنْ أَرَدْتَ أَنْ يُلَيَّنَ قَلْبُكَ فَأَطْعِمِ الْمَسَاكِينَ وَامْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ “
Dari Abu Hurairah, bahwa ada seorang laki-laki mengeluhkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang hatinya yang keras.
Beliau bersabda: “Jika kau ingin melembutkan hatimu, maka berikanlah makan ke orang-orang miskin, dan usaplah kepala anak yatim.”
(HR. Ahmad no. 7576, Al Baihaqi dalam as Sunan al Kubra no. 7094. Hadits ini dinyatakan DHAIF oleh Syaikh Syuaib al Arnauth (Ta’liq Musnad Ahmad, 13/22) dan Syaikh Ahmad Syakir (Musnad Ahmad no. 7566).
Sementara Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: HASAN. (Fathul Bari, 11/151), Syaikh al Albani juga menghasankan. (Shahihul Jami’ no. 1410)
Makna MENGUSAP KEPALA dalam hadis tersebut ada yang memaknai secara hakiki benar-benar mengusap, ada juga yang mengartikan lemah lembut dan perhatian.
Imam ash Shan’ani Rahimahullah menjelaskan:
والمراد مسحه بالدهن أو معنى تلطفا وتأنيسا وقد يلين القلب و يرضى الرب
Maksud dari mengusap adalah mengusapnya dengan minyak, atau maknanya adalah bersikap lembut dan bersahabat, itu akan melembutkan hati dan mendatangkan keridhaan Allah.
(At Tanwir Syarh al Jaami’ ash Shaghiir, 4/236)
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]