ChanelMuslim.com – Cahaya Islam semestinya menyinari kehidupan umat manusia dan negerinya. Namun sebaliknya, cahaya Islam itu terhalang oleh perilaku umatnya sendiri.
Baca Juga: Aya Sofia, Simbol Penaklukan Islam di Tanah Eropa
Cerita Singkat Penuh Hikmah
Cerita ini bermula saat berada di Benteng Salahuddin Al-Ayyubi di Kairo. Bangunan kokoh nan gagah bersejarah itu mendorong kami untuk berdiskusi ringan.
“Saat di Eropa aku ketemu dengan traveler. Dia bilang menyaksikan banyak hal terpuji di negara-negara Eropa. Seperti karakter, kerapian, dan keindahan lainnya.
Tapi ketika mengunjungi negeri-negeri Islam, justru tidak dia temukan hal-hal yang demikian, melainkan kebalikannya,“ ujar seorang kawan.
Resah mendengarnya. Tapi bagaimana lagi, apa yang dikatakannya barangkali benar adanya.
Karena baru beberapa hari sebelumnya, kami sendiri mengalami hal yang kurang menyenangkan di Kairo, sebuah kota peradaban Islam.
Paspor kami ditahan oleh petugas bandara yang ternyata hanya bahan candaan, dan karenanya kami jadi ketinggalan shalat Jumat.
Trolly ditendang oleh orang setempat karena ia tak sabar menunggu antrian. Atau kondisi jalanan yang semrawut, tak jarang kotor, dan baunya tak sedap.
Hal-hal yang menurutku sepatutnya tidak terjadi di negeri yang merupakan tempat di mana Islam banyak diajarkan seperti di Mesir.
Ada kesenjangan serius antara ajaran Islam yang luhur, dengan perilaku umat Islam.
Kalau kata Syaikh Muhammad Abduh sosok pembaharu Islam Abad 20 “Al-Islamu mahjubun bil muslimin,” Islam tertutup oleh umat Islam.
Ketika itu, Syaikh Muhammad Abduh ditanya oleh murid-muridnya dari Paris rela pergi ke Kairo demi memenuhi kerinduan kepada gurunda. Lantas, murid-murid beliau kecewa setelah melihat kondisi Mesir.
“Kami berharap mendapatkan contoh Islam yang hidup di Mesir ini, Syaikh. Tapi sungguh jauh dari yang kami harapkan. Kami hampir-hampir tidak menemukan Islam dipraktikkan di sini. Mana ajaran Islam yang indah, Islam yang luhur seperti yang Syaikh ajarkan kepada kami di Paris saat dulu?”
Lezatnya iman yang mereka rasakan kini terbentur dengan kenyataan umat Islam yang jauh dari ajaran Islam. Bibir Syaikh Muhammad Abduh kelu.
Ulama besar itu tidak kuasa menjawab pertanyaan murid-murid terkasihnya. Kedua mata beliau basah. Ada kesedihan luar biasa menyusup ke dalam hatinya.
Dan tak perlu jauh-jauh. Mari kita tengok pijakan sendiri. Bagaimana kabar negeri yang berjuluk the biggest muslim population in the world? Negeri kita sendiri.
Maaf, rasanya kita masih perlu banyak beristighfar. Cahaya keindahan Islam tertutupi oleh perilaku pemeluknya yang tidak mencerminkan ajaran Islam. Dan kita jadi mengenal sebuah kalimat yang cukup terkenal. “Islam is perfect but I am not. If I make a mistake, blame it on me, not on my religion.”
Sehingga kita perlu berjuang. Agar minimal kita sendiri tidak menjadi jenis umat Islam yang menjadi penghalang terpancarnya cahaya Islam.
Kalau kata Aa Gym, ada dua pilihan bagi kita: menjadi biang masalah, atau pemberi solusi. Entah sebenarnya kita telah menjadi manusia jenis mana.
Kini tidak heran jika masih saja ada yang antipati dengan Islam. Barangkali, itu karena kesalahan kita juga, tidak mencerminkan Islam. Kita yang membaca Al-Qur’an, tapi tidak kita ‘hadirkan’ dalam kehidupan.
Seperti di QS. Al-Baqarah, ayat 44, atau yang terkenal di QS. Ash-Shaff, ayat 2 dan 3.
Maka kita tidak perlu muluk-muluk menyampaikan keindahan Islam kepada semua orang yang masih saja salah paham atau antipati kepada Islam.
Cukup sampaikan akhlak Islam, serta kualitas kita sebagai seorang yang dididik oleh Islam.
“The real dawah to Islam is the character of a Muslim” (Nouman Ali Khan)
Sumber: Dinukil dan diselia dari “Islam Tidak Redup, Tapi Tertutup”
oleh: Muhammad Farras Muhadzdzib, 18 Maret 2018