SEJARAH sa’i atau kisah perjuangan Siti Hajar dalam berlari – lari sebanyak tujuh kali dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah telah diabadikan sebagai salah satu rukun umroh dan haji.
Perintah sa’i bagi umat Islam telah ditegaskan dalam Al-Quran yang berbunyi,
“Sesungguhnya, Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke baitullah atau umroh, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’I antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui,” (QS Al-Baqarah ayat 158)
Seluruh jemaah haji yang melaksanakan sa’i hendaknya melakukan rukun haji tersebut dengan hikmat dan rasa penuh hayat.
Dalam menghayati sa’i, akan lebih afdhal apabila kita mengetahui asal muasal perjuangan Siti Hajar mengarungi Bukit Shafa dan Marwah.
Baca juga: Qurban Menjadi Pelipur Lara bagi yang Belum Bisa Berhaji
Sejarah Sa’i, Perjuangan Siti Hajar yang Diabadikan Dalam Rukun Haji
Asal Muasal Sa’i
Ibadah sa’i berasal dari pengalaman Siti Hajar yang berusaha mencari air untuk Ismail yang tengah kehausan. Saat itu, Nabi Ibrahim diperintahkan Allah untuk meninggalkan istrinya Siti Hajar dan Ismail yang saat itu masih bayi di sebuah gurun tandus.
Siti Hajar yang merasa sedih saat ditinggalkan bertanya kepada Nabi Ibrahim, “Hendak ke manakah engkau Ibrahim?”. “Sampai hatikah engkau meninggalkan kami berdua di tempat yang sunyi dan tandus ini?” tambah Siti Hajar.
Ia berkata demikian berulang kali, tetapi Nabi Ibrahim sama sekali tidak menoleh kepadanya.
Siti Hajar bertanya lagi, “Adakah ini memang perintah dari Allah?”. Barulah Nabi Ibrahim menjawab, “ya”. Kemudian Siti Hajar mengatakan, “Kalau demikian, pastilah Allah tidak akan menyia-nyiakan nasib kita.”
Jawaban Nabi Ibrahim membuat Siti Hajar lebih tenang. Kemudian setelah berjalan cukup jauh dan tidak terlihat oleh istri dan anaknya, Nabi Ibrahim menghadap kiblat dan berdoa,
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim ayat 37)
Nabi Ibrahim memberi bekal makanan dan minuman untuk istri dan anaknya, namun pada akhirnya mereka berdua kehabisan persediaan.
Karena tidak tahan melihat keadaan anaknya, Siti Hajar akhirnya berusaha mencari air dan tampak olehnya bukit terdekat yang bisa ia datangi yaitu Bukit Shafa. Ia kemudian pergi ke puncak bukit Shafa namun tidak menemukan apapun.
Ia pun turun dari bukit Shafa kemudian berlari-lari kecil ke arah Bukit Marwah. Di puncak Bukit Marwah ia tetap tidak menemukan apapun sehingga ia kembali berlari menuju Bukit Shafa.
Setelah bolak-balik sebanyak tujuh kali, saat berada di Marwah ia mendengar suara yang mengejutkan. Saat tiba di arah suara Siti Hajar terkejut karena menemukan air yang memancar dari dalam tanah dengan derasnya di bawah telapak kaki Ismail.
Kini air tersebut dikenal dengan sebutan Air Zamzam dan tidak pernah kering sampai saat ini.
Kegiatan berlari-lari kecil dari Bukit Shafa ke Marwah sebanyak tujuh kali yang dilakukan Siti Hajar itulah yang menjadi dasar ibadah sa’i.
Munculnya air Zamzam membuat daerah di sekitar tempat tersebut menjadi subur. Kabilah Arab yang lewat memutuskan untuk tinggal di daerah itu dan akhirnya Mekah menjadi daerah berkembang yang dikunjungi seluruh umat Muslim untuk melakukan umroh dan haji. [MRR]
Sumber: umma.id