KASUS gangguan ginjal akut yang dialami oleh anak-anak akhir-akhir ini melonjak tajam. Sebanyak 131 kasus di Indonesia dari 14 Provinsi sepanjang tahun 2022 telah ditemukan, namun penyebabnya masih belum terang.
Gejala awal kemunculanya berupa infeksi seperti batuk-pilek atau diare dan muntah. Menurut Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI dr Eka Laksmi Hidayati, SpA(K) secara teoritis infeksi itu seharusnya tidak berpotensi memicu acute kidney injury (AKI) dan gagal ginjal akut.
Lebih lanjut ia menerangkan salah satu gejala yang akan dirasakan pada hari ketiga sampai kelima adalah muntah dan gangguan buang air kecil setelah sebelumnya timbul diare dan demam.
Baca Juga: Jangan Berikan Pisang untuk Penderita Gagal Ginjal
Gangguan Ginjal Akut pada Anak-Anak Semakin Meningkat
“Jadi (anak) tidak bisa buang air kecil, betul-betul hilang sama sekali buang air kecilnya. Jadi anak-anak ini hampir semuanya datang dengan keluhan tidak buang air kecil, atau buang air kecilnya sangat sedikit,” ungkapnya.
Umumnya penyakit ini menimpa balita, tapi ditemukan pula kasus di Jakarta anak usia depan tahun juga tak luput dari gangguan ginjal akut ini.
“Yang terkena pada umumnya adalah anak-anak berusia balita yang terbanyak. tapi ada juga yang sampai usia delapan tahun. Data di Jakarta ya, ini karena saya banyak melihat datanya di Jakarta,” ucap Eka
Penyebab penyakit ini masih misterius, namun berdasarkan keterangan Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, Mohammad Syahril mengatakan bahwa dugaan awal kasus ini dipicu oleh konsumsi obat yang mengandung etilen glikol.
Dugaan tersebut berdasarkan hasil diskusi dengan tim dari Gambia yang memiliki kasus serupa.
Di Gambia, 69 anak meninggal karena kasus gagal ginjal karena mengonsumsi obat batuk produksi India yang mengandung senyawa kimia tersebut.
Untuk memastikannya, saat ini Kemenkes sedang berkoordinasi dengan expert dari WHO yang melakukan investigasi kasus serupa di Gambia.
“Kami sedang koordinasi untuk mengetahui hasil investigasinya. Dugaan ke arah konsumsi obat yang mengandung etilen glikol.
Tapi hal ini perlu penelitian lebih lanjut karena tidak terdeteksi dalam darah. Dugaan mengarah ke intoksikasi (keracunan),” tutur Syahril kepada Republika, Rabu (12/10/2022) malam.
Syahril menambahkan, selain berkoordinasi dengan WHO, saat ini Kemenkes juga sudah membentuk tim yang terdiri dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan RSCM.
Tim tersebut dibentuk untuk melakukan penyelidikan dan penanganan kasus gangguan ginjal akut misterius. [Ln]