UTANG dan inflasi dapat menjerumuskan seseorang kepada riba. Simak penjelasan selengkapnya mengenai hal ini yang disampaikan oleh Ustaz Faris Beqi.
Contoh kasus: Pak Bambang sedang merenovasi rumahnya. Dia membeli semen ke toko tetangganya sebanyak 50 sak senilai Rp500.000,-. pada saat itu, harga semen Rp10.000,-/sak.
Akan tetapi, karena budget-nya kurang, dia tidak bisa membayar semen tersebut secara tunai. Dia berjanji akan membayarnya bulan depan.
Namun ternyata di bulan berikutnya, sebelum jatuh tempo, harga semen naik menjadi Rp20.000,-/sak.
Pertanyaannya: Berapakah yang harus dibayarkan oleh Pak Bambang? Apakah mengikuti harga semen pada saat berutang, atau pada saat melunasi?
كل قرض جرَّ نفعًا فهو ربا
“Setiap utang yang mendatangkan manfaat (kelebihan) adalah riba.”
Baca juga: Hukum Utang bagi Seorang Muslim
Utang dan Inflasi dapat Menjerumuskan Seseorang kepada Riba
Jumhur Ulama, yaitu bin Baz, Utsaimin, Lajnah Daimah mengatakan bahwa uang pinjaman dan pengembalian harus sama.
Abu Yusuf, Albani, Wahbah Zuhaili, Sulaiman Asyqar Musthafa Zarqa mengatakan bahwa uang pengembalian harus sesuai nilai uang pada saat pelunasan.
Sementara itu, pendapat mazhab Maliki mengatakan bahwa tergantung tingkat fluktuasi nilai tukar uangnya.
Hadis Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan bahwa riba itu terdiri dari 73 pintu. Pintu yang paling ringan seperti seorang laki-laki menikahi ibunya sendiri. (HR. Ibnu Majah dan Al-hakim)
Berdasarkan ilustrasi yang disampaikan Ustaz Faris Beqi, orang tersebut hendaknya membayar utang sesuai dengan harga awal dan disepakati oleh pemilik toko.
Sebaliknya, jika utang yang harus dibayar berdasarkan harga terbaru, orang tersebut dan pemilik toko jatuh pada transaksi riba. Hal inilah yang disebut Ustaz Faris Beqi bagaimana utang dan inflasi dapat menjadi transaksi riba.
Subhanallah ya Sahabat Muslim, ilustrasi ini memberikan pelajaran kepada kita semua untuk berhati-hati dalam perjanjian jual beli agar tidak terjerumus dalam aktivitas keuangan yang diharamkan.[ind]