ChanelMuslim.com – Bagaimana hukumnya seorang suami yang menjalankan poligami tapi istri pertama tak mau dipoligami karena suami belum mampu dalam hal nafkah (tidak ada kerjaan). Jadi istri pertama yang membiayai seluruh kebutuhan, dari makan sehari-hari, pendidikan anak-anak, kesehatan anak-anak sampai ke utang-utang suami, ditambah lagi suami suka mengambil barang-barang milik istri tanpa izin terlebih dahulu. Untuk memberi hadiah istri keduanya bahkan suami mengambil barang-barang istri pertama. Lalu apakah istri pertama berhak minta pisah?
oleh: Ustazah Herlini Amran, M.A.
Baca Juga: Mentalak Istri Karena Tidak Taat Kepada Suami
Suami Poligami tapi Tak Mampu Secara Ekonomi
Jawaban:
Hukum poligami itu dibolehkan dalam ajaran Islam. Namun memiliki syarat dan ketentuan yang telah diatur Allah. Sebagaimana dalam surat, an Nisa ayat 3,
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Surat an Nisa’ ayat 129,
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ ۖ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ ۚ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri-(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Bolehnya seorang suami berpoligami disyaratkan dapat berlaku adil di antara istri-istri yang dinikahi tersebut. Ibnu Qudamah menyebutkan maksud adil itu adalah adil dalam segala hal. Dalam ayat di atas, keadilan dalam hal hati dan cinta tidak mungkin bisa dilakukan oleh seorang suami terhadap semua istrinya. Artinya, hati memang tidak mungkin berbuat adil. Namun kewajiban adil yang dituntut adalah keadilan dalam bentuk fisik. Yaitu dalam perbuatan dan perkataan. Baik dalam urusan makan, pakaian, tempat tinggal, dll nya dalam bentuk materi tanpa membedakan antara istrinya.
Mustafa as Siba’i menjelaskan bahwa keadilan yang diperlukan dalam poligami adalah keadilan material seperti yang berkenaan dengan tempat tinggal, pakaian, makanan, minuman, perumahan dan hal yang bersifat kebutuhan material istri.
Apabila seorang suami tidak mampu memenuhi hak istrinya, tidak mampu menafkahinya, maka dia diharamkan untuk berpoligami, khawatir berbuat zalim kepada istri-istrinya tersebut. Surat an Nisa’ ayat 3 menyebutkan: ‘Jika kamu sekalian khawatir tidak bisa berlaku adil, maka kawinilah satu istri saja’.
Seorang laki-laki yang tidak mampu menafkahi istri yang lebih dari satu, maka ketika itu haram baginya dalam syariat untuk berpoligami, memberi nafkah kepada seorang istri atau lebih hukumnya wajib berdasarkan konsesus Ulama. (Majalah al Buhuts al-Islamiyah).
Pada masalah yang Anda hadapi, suami berpoligami sementara dia tidak menafkahi istrinya, maka tentu saja anda berhak untuk meminta pisah.
Memang ada hadis dari Tsauban bahwa Rasulullah saw bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
“Wanita mana saja yang meminta talak (cerai) tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya mencium bau surga.” (HR. Abu Daud no. 2226, Tirmidzi no. 1187 dan Ibnu Majah no. 2055. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Hadis tersebut melarang seorang istri yang meminta cerai atau melakukan gugat cerai kepada suaminya.
Meminta cerai atau gugat cerai dibolehkan bila ada alasan syar’I, seperti kebencian terhadap suami yang dikhawatirkan akan memunculkan kedurhakaan istri, atau perbuatan suami yang tidak bertanggung jawab dan tidak menafkahi anak istrinya. Wallohu a’lam.[ind/Sharia Consulting Center]