Oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
ChanelMuslim.om – Rujuk dan talak ketika marah, bagaimana hukumnya? Ustaz, ada teman yang curhat katanya semalam bertengkar sama istri sampai dia menjatuhkan talak.
Lalu, dia bertanya, apakah kalau talaknya dicabut, gugur talaknya, apa harus ijab qobul lagi?
Jawaban: Bismillah wal hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ba’d:
Jumhur ulama mengatakan bahwa talak ketika marah adalah tidak sah. Hal ini sama dengan talak ketika mabuk, dan tidak sadar.
Semua keadaan ini memiliki kesamaan yakni hilangnya kesadaran dan akal sehat.
Baca Juga: Suami Batalkan Perceraian dan Minta Rujuk
Inilah pandangan jumhur (mayoritas) ulama seperti Utsman bin Affan, Ibnu Abbas, Ahmad, Bukhari, Abusy Sya’ tsa’, Atha’, Thawus, Ikrimah, Al Qasim bin Muhammad, Umar bin Abdul Aziz, Rabi’ah, Laits bin Sa’ad, Al Muzani, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, dan lain-lain.
Inilah pendapat yang kuat, bahwa thalak baru jatuh ketika sadar, akal normal, dan sengaja.
Hukum Talak ketika Marah
Ada juga ulama yang berkata talak orang mabuk dan marah adalah sah seperti Said bin Al Musayyib, Hasan Al Bashri, Az Zuhri, Asy Sya’bi, Sufyan Ats Tsauri, Malik, Abu Hanifah, dan Asy Syafi’i.
Ada pun Imam Ibnu Taimiyah memberikan perincian bahwa jika marahnya sampai tak terkendali dan gelap mata maka talak tidak sah.
Akan tetapi, jika marahnya masih dalam keadaan sadar dan dia mengerti apa yang dikatakannya maka talaknya sah. Ini pendapat yang bagus.
Kemudian, Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:
واللفظ قد يكون صريحا، وقد يكون كناية، فالصريح: هو الذي يفهم من معنى الكلام عند التلفظ به، مثل: أنت طالق ومطلقة، وكل ما اشتق من لفظ الطلاق.
وقال الشافعي رضي الله عنه: ألفاظ الطلاق الصريحة ثلاثة: الطلاق، والفراق، والسراح، وهي المذكورة في القرآن الكريم. وقال بعض أهل الظاهر: لا يقع الطلاق إلا بهذه الثلاث، لان الشرع إنما ورد بهذه الالفاظ الثلاثة، وهي عبادة، ومن شروطها اللفظ فوجب الاقتصار على اللفظ الشرعي الوارد فيها والكناية :
ما يحتمل الطلاق وغيره
Lafaz cerai bisa lugas bisa juga bahasa simbolik. Yang lugas itu adalah perkataan yang maknanya sesuai dengan makna lafaznya, seperti: “Engkau telah dicerai,” atau perkataan yang lain yang bermakna turunan dari lafz cerai.
Asy Syafi’i Radhiallahu ‘Anhu berkata: “Lafaz cerai yang lugas ada tiga: “Thalaq/cerai, Al firaaq/perpisahan, dan As Siraah/bubar.
Semua ini disebutkan dalam Al Quran Al Karim. Sebagian golongan Zhahiriyah berkata: Tidak jatuh cerai kecuali dengan tiga hal ini.
Karena syariat hanya menyebutkan tiga bentuk kata ini, dan ini adalah ibadah, dan di antara syarat sahnya adalah adanya lafaz, wajib mencukupkan diri atas lafaz yang datang dari syariat.
Sedangkan lafaz simbolik adalah lafaz yang bisa dimaknai cerai atau selainnya. (Fiqhus Sunnah, 2/253-254)
Seperti “Urusanmu di tangan kamu sendiri”, “engkau haram bagiku”, ini bisa bermakna cerai atau bermakna haram untuk menyakitinya.
Syaikh Sayyid Sabiq mengatakan bahwa LAFAZ SHARIH (LUGAS) tanpa diniatkan pun sudah sah, seperti kalimat istriku sudah aku cerai, engkau sudah aku cerai.
Sedangkan LAFAZ KINAYAH (SIMBOLIK) mesti dibarengi dengan niat cerai. (Ibid)
Rujuk dengan Baik
Kemudian, jika dia mau rujuk maka rujuklah, baik dengan isyarat, sebagian ulama mengatakan mesti dengan perkataan lugas ingin rujuk.
Rujuklah dengan baik, dan disunnahkan adanya dua saksi.
Allah Ta’ala berfirman:
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا
ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ
Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu (QS. Ath Thalaq: 2)
Dalam ayat lain:
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula).(QS. Al Baqarah: 231)
‘Imran bin Hushain Radhiallahu ‘Anhu, bercerita:
أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ اَلرَّجُلِ يُطَلِّقُ, ثُمَّ يُرَاجِعُ, وَلَا يُشْهِدُ? فَقَالَ: أَ
شْهِدْ عَلَى طَلَاقِهَا, وَعَلَى رَجْعَتِهَا
Bahwa dia ditanya tentang seorang laki-laki yang bercerai, lalu rujuk, namun tanpa saksi? Beliau menjawab: “Adakan saksi atas perceraiannya dan atas rujuknya.”
(HR. Abu Daud. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: sanadnys shahih. Lihat Bulughul Maram No. 1086)
Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berkata:
طَلَّقَ أَبُو رُكَانَةَ أُمَّ رُكَانَةَ . فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – ” رَاجِعِ امْرَأَتَكَ ” , فَقَالَ : إِنِّي طَلَّقْتُهَا ثَلَاثًا. قَالَ : ” قَدْ عَلِمْتُ , رَاجِعْهَا – رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ
Abu Rukanah menceraikan Ummu Rukanah. Maka, berkata Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: “Rujuklah istrimu.”
Dia berkata: “Aku menceraikan istriku langsung tiga kali.” Beliau bersabda: “Aku sudah tahu, rujuklah dia.” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan: hasan. Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 2198)
Semua nash ini menunjukkan bahwa merujuk istri, sebelum masa ‘iddah adalah secara langsung, bukan akad nikah ulang. Akad nikah ulang itu terjadi jika rujuk setelah masa ‘iddah.
Dianjurkan saksi, tapi saksi bukan syarat sahnya rujuk, sebagaimana kisah Abu Rukanah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkannya rujuk tapi tidak memerintahkan adanya saksi.
Cara Rujuk
Imam Ash Shan’ani Rahimahullah menjelaskan beberapa point penting dalam menjelaskan rujuk.
Semua ulama sepakat rujuk menggunakan ucapan adalah sah
Para ulama berbeda pendapat rujuk dengan “perbuatan”, maksudnya walau tidak diucapkan tapi secara perbuatan menunjukkan bahwa dia merujuk istrinya.
Sebagian ulama mengatakan rujuk hanya dengan perbuatan tidak boleh dan tidak sah, sebab dianjurkannya adanya saksi menunjukkan bahwa rujuk mesti perkataan bukan hanya perkataan.
Imam Ash Shan’ani mengoreksi pendapat tersebut, menurutnya itu tidak berdosa sebab saksi itu tidak wajib.
Mayoritas ulama mengatakan bahwa rujuk dengan perbuatan juga tetap sah.
Akan tetapi, Imam Malik mengatakan rujuk dengan perbuatan TIDAK SAH kecuali dengan niat untuk rujuk.
Namun mayoritas ulama mengatakan SAH yang penting perbuatan tersebut menunjukkan dia ingin kembali (rujuk) kepada istrinya, perbuatan seperti menyentuh, mencium, dan selain keduanya, tanpa usah diniatkan untuk rujuk, itu tetap menunjukkan rujuk berdasarkan ijma’.(kesepakatan ulama). (Subulus Salam, 3/182)
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]